Friday 8 September 2017

Ibadah Dengan Bermakna

Paman saya dan istrinya naik haji tahun ini. Ketika pulang beberapa bulan yang lalu, saya terkejut ketika diberi kabar itu. Saya dengar orang kalau mau naik haji harus menunggu dulu hingga bertahun-tahun baru bisa berangkat. Eh, kok bisa hanya dalam hitungan bulan daftar sudah mau daftar? Lalu istri paman saya cerita, kalau mereka menggunakan nama orang lain. Dan untuk itu, mereka rela membayar hingga beberapa kali lipat dari biaya haji yang semestinya. Hal yang sepertinya tidak masalah bagi paman saya, yang syukur Alhamdulillah, memang punya cukup rejeki.



Awalnya, saya agak was-was, khawatir jangan-jangan paman saya kejebak calo yang cuma main tipu-tipu. Ingat kan beberapa waktu lalu bagaimana puluhan calon jemaah haji asal Indonesia alih-alih berangkat haji ke Mekkah malah terdampar di Filipina gara-gara mendaftar haji dengan menggunakan identitas palsu. Tapi untunglah, paman saya sepertinya cukup 'beruntung' karena ia dan istrinya kemudian benar-benar berangkat haji. Tapi ya itu, dengan menggunakan identitas orang lain. Bisa dibilang, ini jalur illegal.

Ketidakberuntungan justru menimpa tetangga kami di kampung. Sebut saja namanya Pak Makmur. Sama seperti paman saya, Pak Makmur ini juga dilimpahi banyak rejeki dan sebagai umat Islam yang baik, sepertinya juga ingin melengkapi rukun Islam-nya.  dan karena tak sabar menunggu antrian haji reguler yang lama itu, ia kemudian juga seperti paman saya, mendaftar lewat jalur ilegal. Hanya saja, agennya berbeda. Dan Pak Makmur tak seberuntung paman saya karena entah apa masalahnya, sudah dua tahun berjalan, Pak Makmur gagal naik haji. Dan persoalan 'gagal naik haji' ini kalau di kampung tentu menjadi tidak sepele, karena para tetangga yang nyinyir akan mulai memperbincangkannya. Meski banyak juga sebenarnya yang tak terlalu peduli. Lha untuk makan sehari-hari saja susah, kenapa juga harus meributkan orang yang mau naik haji yang secara umum bisa dibilang sudah selesai dengan urusan perut.

Melihat paman saya, tetangga saya, kasus Filipina, dan saya yakin banyak lagi kasus serupa, saya kemudian berpikir: apa sih sebenarnya makna  haji itu? Apa sebenarnya makna ibadah? Orang-orang seperti paman saya, tetangga saya, dan banyak lagi di luar sana mungkin naik haji karena ingin beribadah. Niatnya bukan saja baik, lebih dari itu, menunaikan rukun Islam. Tapi pertanyaan yang mengusik saya kemudian adalah: bagaimana kemudian makna ibadah itu jika prosesnya sendiri bukan melalui jalan yang baik?

Saya bukan orang yang memiliki banyak pengetahuan tentang agama, karenanya, seringkali hal ini membuat saya melihatnya dengan sinis. Orang-orang seperti mereka tentu merasa bahwa yang mereka lakukan bukanlah sebuah keburukan, karena meski bisa dibilang melanggar hukum, tapi toh tujuannya baik. Tapi benarkah? Soal legal ilegal, saya sendiri tak terlalu mempermasalahkannya. Toh hukum itu buatan manusia, sementara perintah ibadah dari Yang Di Atas datangnya. Tapi bahwa proses itu sendiri telah melibatkan unsur pencaloan, korupsi segala macam, memnurut saya itu hal yang kemudian patut dipertanyakan. Saya tidak yakin bahwa orang-orang yang terlibat dalam proses itu menjalankan praktek itu semata karena ingin menolong orang-orang supaya bisa 'beribadah.' Khawatirnya, mereka hanyalah para calo dalam arti sebenarnya. Menjalankan semua itu berdasar bisnis belaka dan yah, bisa dipahami kemudian kalau tetangga saya atau calon jelamaah yang nyasar di Filipina itu kemudian terkatung-katung. Tampak disana bahwa para calo itu memang tidak sungguh-sungguh ingin menolong orang supaya bisa beribadah, tapi dominan unsur bisnisnya. Saya sendiri ragu bahwa pihak yang berwenang (pemerintah) tak tahu menahu mengenai hal ini. Apalagi sepertinya praktik semacam ini sudah jadi 'rahasia umum' saja. Bukan bermaksud menuduh, tapi bukan tak mungkin kalau orang-orang yang punya kewenangan ini ikut terlibat.  Apalagi urusan haji ini melibatkan proses adminstrasi yang cukup rumit. Karena menggunakan nama orang lain, saudara saya kemudian harus menggunakan dokumen-dokumen yang empunya nama. Pendeknya, pemalsuan dokumen. Dan yah, proses semacam ini kemungkinan besar akan lancar kalau melibatkan orang-orang 'dalam' . Em, tidak gratis tentu saja. Dan bisa dipahami kemudian kalau jumlah biaya ibadahnya kemudian menjadi berlipat-lipat seperti itu, karena sebagian mungkin digunakan untuk melancarkan proses-proses tersebut.

 Tapi saya yakin, bagi para jemaah atau calon jemaah,  praktek-praktek semacam itu bukanlah hal buruk atau sebuah dosa. Sekali lagi, tujuannya kan baik, untuk ibadah.  Yang nanggung dosa seharusnya ya yang jadi calo, yang tipu-tipu. Tapi para calo sendiri mungkin juga punya pembenaran: tujuannya baik kok, 'mempermudah' orang yang mau ibadah.  Tapi kalau dinalar-nalar, kok rasanya proses semacam itu tidak bisa dibilang baik-baik saja ya. Ya kalau prosesnya lancar seperti paman saya itu sih tak terlalu masalah. Kedua belah pihak sama-sama senang. Tapi bagaimana dengan mereka yang kena tipu seperti tetangga saya, Pak Makmur itu, atau rombongan jemaah yang terdampar di Filipina itu? Pihak pertama yang pasti akan dipersalahkan tentulah para agen atau calo yang dengan kurang ajarnya menipu itu. Sementara para jemaah adalah korbannya, dan karenanya tidak bersalah. Tapi benarkah?


Proses ilegal ini itu terjadi karena adanya kedua belah pihak: si agen dan calon jemaah. Dalam kasus seperti paman saya atau tetangga saya, bahwa proses ini ilegal, sebenarnya sudah diketahui sejak awal.  Meski mungkin resiko-resikonya tak terlalu mereka pahami. Tapi pendeknya, mereka secara sadar menerima proses itu. Dan karena adanya orang-orang yang dengan suka rela terlibat dalam proses itu, maka merajalelah praktek semacam itu, termasuk kemudian aksi penipuan di dalamnya. Jadi ya secara tidak langsung, para calon jemaah yang niatnya suci itu, juga berkontribusi dalam praktek tipu-tipu itu. Dan kalau dipikir secara logika sih, seherusnya mereka juga ikut menanggung dosanya. Tapi entahlah. Saya sendiri tak berani menjudge. Urusan dosa dan amalan itu sepenuhnya kewenangan Yang Mahakuasa yang berhak memberinya. Hanya saja, menurut saya, kalau memang tujuannya baik, untuk beribadah pula, tidakkah akan lebih pas jika dijalankan melalui proses-proses yang baik pula? Yah, mungkin dengan begitu ibadahnya jadi akan lebih berkah, benar-benar menjadi sebuah ritual yang suci dan bermakna. Benar memang ibadah haji itu bagian dari rukun Islam yang wajib ditunaikan (bagi yang mampu, dan secara umum dimaknai sebagai mampu secara finansial), tapi saya pikir, pemenuhannya bukan hanya dengan pergi ke Mekkah dan melakukan segala ritualnya semata. Lebih dari itu, menunaikan ibadah haji sebagaiamana ibadah-ibadah lainnya, adalah proses untuk menyucikan hati dan pikiran. 

Jambi. Bulan Haji 2017. 23 Agustus 2017.

Sunday 13 August 2017

Kepergian Chester & Ketidakbahagiaan Kita

Chester...
Chester meninggal dunia. Saya cukup terkejut ketika membaca berita ini di timeline medsos saya. Dan lebih terkejut lagi ketika tahu bahwa kematiannya disebabkan bunuh diri. Duuuh...  😒😒

Saya bukan fans berat Chester ataupun Linkin Park (sering disingkat LP). Tapi sebagai generasi yang melewati masa remaja di era boomingnya lagu-lagu  mereka, saya cukup akrab dengan beberapa lagu mereka yang ngehits seperti Faint, In the End, Crawling... Menurut saya mereka keren, musiknya bagus dan enak didengar. Pada masanya, mereka adalah salah satu band terbaik. Dan di antara anggota Linkin Park, hanya Chester dan Mike Shinoda yang kemudian saya hafal nama dan familiar dengan wajahnya. Kalau Mike,  karena dia satu-satunya keturunan Asia di sana yang membuat saya merasa 'serumpun.' Sementara Chester adalah sang vokalis, dan sebagaimana umumnya vokalis band, seolah selalu didapuk menjadi wajah depan bandnya. Di samping itu, suara Chester memang sangat enak di dengar. Konon pula, Chester yang banyak berkontribusi pada penulisan lagu-lagu Linkin Park
Linkin Park, yang jadi bagian masa remaja saya
Belasan tahun berlalu sejak era kejayaan mereka. Saya sendiri tak terlalu mengikuti perkembangan band ini dan tidak pernah update lagu-lagu terbaru mereka meski saya dengar kalau mereka masih eksis. Dan tetiba, kabar kematian Chester!

Musisi atau pekerja seni meniggal karena bunuh diri, bukanlah hal baru kalau tidak mau dibilang sangat sering malah. Beberapa waktu lalu, ada aktor gaek Robbin Williams juga meninggal karena bunuh diri. Sebelum-sebelumnya, ada aktor Heath Ledger (yang baru berusia 27 tahun dan sedang di puncak karirnya), Ammy Winnehouse, Kurt Cubain... Dan pertanyaan saya selalu sama: kenapa???? Kenapa harus bunuh diri?

Bunuh diri, apapapun caranya, umumnya dilakukan karena si pelaku mengalami depresi akut yang membuat hidupnya menjadi terasa tak tertahankan. Pendeknya, bunuh diri terjadi karena ketidakbahagiaan.  Untuk kasus Chester, saya  membaca bahwa Chester mengalami hal mengerikan di masa lalu. Hal yang sepertinya kemudian menjadi momok gelap dalam hidupnya: orang tua yang bercerai, korban bully dan pelecehan seksual ketika kecil, pribadi minderan dan tidak percaya diri.... Momok gelap itu kemudian membawanya lari ke alkohol dan obat-obatan. Hal yang sepertinya tak pernah benar-benar dilepaskan dari hidupnya. Beberapa hari menjelang kematiannya, sahabat terbaiknya, Chris Cornell, meninggal karena bunuh diri juga. Kesedihan yang mendalam itulah yang mungkin memicu tindakan bunuh diri Chester.

Mengalaminya sendiri pastilah sangat sulit, dan saya tak ingin mengatakan bahwa penderitaan Chester rasanya 'tak seberapa.' Hanya saja, bagi saya pribadi, seringkali tak habis pikir kenapa sih orang-orang  dengan nama 'besar' seperti Chester (dan juga yang lain) merasa begitu tak bahagia? Di mata orang awam seperti saya, rasanya mereka punya 1001 alasan untuk bahagia. Dalam kasus Chester, meski mengalami masalalu yang menyakitkan, tapi toh kemudian dia berhasil membuktikan kepada dunia bahwa dia menjadi 'seseorang' dengan S besar pula. Namanya dikenal di seluruh penjuru dunia, bakat musiknya dipuja-puji, karirnya cemerlang, ia juga sudah menikah dan punya anak. Meski mungkin belakangan popularitasnya semakin menyurut, tapi saya yakin, secara materi ia tak berkekurangan. Saya bahkan membaca kalau beberapa hari sebelum kematiannya, ia menuliskan hal-hal positif di twitter-nya. Dengan semua hal itu, rasanya ia punya banyak alasan untuk bahagia bukan?

Hmm, yah, tapi hidup memang tak sesederhana itu. Setiap orang punya alasan ketidakbahagiaannya sendiri-sendiri. Wang sinawang, kata orang Jawa. Apa yang kita pikir bisa membuat kita bahagia, belum tentu bagi orang lain. Ukuran kebahagiaan orang berbeda-beda. Bisa jadi bahwa seorang yang miskin harta, yang rumahnya gubuk reyot dan untuk makan sehari-hari saja susah, ternyata bisa lebih sering bahagia daripada seorang yang berlimpah harta dan tinggal di rumah mewah. Karenanya, betul kata sebuah kata-kata bijka kalau kebahagiaan itu terletak bukan pada apa yang terjadi atau apa yang kita alami, tapi tentang bagaimana kita memandang tentang apa yang terjadi atau yang kita alami.  Hidup kadang memang sulit dan menyebalkan, tapi mungkin kita bisa menghibur diri, kalau justru itulah yang membuat hidup ini menarik. Kalau hidup lurus-lurus saja, pastilah membosankan. Lagipula, kalau kita tidak pernah merasakan ketidakbahagiaan, bagaimana kita tahu apa artinya kebahagiaan? Ketidakbahagiaan membuat kita jadi lebih menghargai hal-hal yang bisa membuat kita bahagia. So, let's be HAPPY!πŸ˜„


RIP Chester Bennington | Jambi, 21 Juli 2017

Saturday 11 June 2016

Musik Bagus: Dulgeukhwa

Menemukan lagu-lagu bagus, apapun bahasa dan darimana asalnya, bagi saya selalu terasa menyenangkan. Beberapa waktu lalu, saya usai maraton menonton drama yang meninggalkan banyak kesan bagi saya, termasuk soundtracknya. Melalui drama itu, saya diperkenalkan pada lagu-lagu legendaris era '80-an Korea seperti Sanulrim, Lee Mon-se, The Zoo, Dulgeukhwa... Saya sudah mengulas sekilas tentang profil beberapa musisi ini di artikel saya, 

Lalu, beberapa waktu lalu, saya nonton tayangan acara penghargaan film yang disebut-sebut sebagai ajang penghargaan terbesar di Korea Selatan, Baeksang Art Awards. Di acara yang menurut saya cukup 'sepi' dan 'canggung' jika dibanding penghargaan-penghargaan sejenis di tanah air ini, ditampilkan pertunjukan musik dengan salah satu bintang tamunya Jeon In-kwon, vokalisnya Deulgukhwa duet bareng Hyorin "Sistar" yang membawakan salah satu lagu yang menjadi ost drama tersebut, Don't Worry Dear (versi ost-nya dinyanyikan oleh penyanyi Lee Juck). Saya menyukai lagu ini baik versi asli maupun cover-nya, tapi mendengar perform langsungnya saya benar-benar merasa terpukau dan entah bagiamana, tak tahan untuk tak menitikkan air mata karena terharu. Meskipun saya tak sepenuhnya memahami isi lagu ini, tapi musik memang lah sesuatu yang universal dan saya bisa merasakan nyawa dari lagu ini. Pun dalam sorotan kamera, terlihat banyak tamu undangan di acara itu yang tahan untuk tak meneteskan air mata. Hyorin dan Jeon yang memiliki suara khas yang sama-sama luar biasa, penghayatan mereka dalam menyanyi, lagunya yang memang bagus merupakan perpaduan yang sempurna dan membuat lagu ini benar-benar terasa menghipnotis. 

Jeon In-kwon yang duet keren bareng Hyorin di acara Baeksang Art Awards 2016
Saya pun kemudian penasaran untuk mengulik-ngulik lagi di internet, informasi yang lebih banyak tentang Jeon In-kwon dan band-nya Deulgukhwa ( λ“€κ΅­ν™”). Dulgeukhwa dibentuk pada tahun 1985 (ada juga yang menyebut 1983), beranggotakan Jeon In-kwon, Choi Sung-won, Huh Seong-wook, Cho Deokhwan dan Ju Chan-kwon. Nama Deul Guk Hwa sendiri berarti Bunga Krisan Liar atau Camomile. Karena beberapa kemiripan dalam gaya bermusik, band ini disebut-sebut sebagai Beatles-nya Korea di awal kemunculan mereka (meski menurut saya musik mereka lebih mirip Pink Floyd).
Deulgukhwa yang berarti "wild chrysantemum"

Album debut mereka, “Haengjin (March),” langsung menjadi fenomena di kalangan generasi muda. Album ini juga ditempatkan sebagai ranking 1 dalam “100 Greatest Music Albums of Korea” pada tahun 2007.  Kekuatan utama lagu-lagu Deulgukhwa adalah pada musik mereka yang penuh melodik tapi berenergi, lirik-lirik yang indah dan vokal serta gaya bernyanyi Jun yang khas. Musik mereka kemudian dianggap mewakili jiwa pemberontakan dan kebebasan dari para generasi muda masa itu di tengah represi rejim diktator era '80-an.

Sayang, band ini kemudian mulai goyah ketika Jun, sang vokalis ditangkap karena penggunaan mariyuana. Pda tahun 1989, band ini menggelar konser perpisahan. Tapi secara resmi, band ini bertahan hingga tahun 1995. Pada tahun 1998, keyboardist mereka, Heo Sang-wook meninggal dan band ini sempat melakukan reuni dengan menggelar beberapa konser.

Deulgukhwa yang tak lekang oleh usia

Dulgeukhwa kemudian berkumpul lagi pada tahun 2012 dengan menyisakan 3 personel utamanya, Jeon In-kwon, Choi Sung-won  dan Ju Chan-kwon. Tapi pada bulan Oktober 2013, Joo sang drummer meninggal dunia. Konon kematian Joo ini meninggalkan duka mendalam bagi dua personelnya sehingga keduanya memutuskan untuk jalan sendiri-sendiri (bisa dibaca di interview Jun In-kwon di http://koreajoongangdaily.joins.com/news/article/article.aspx?aid=2984845). Jun hingga sekarang, masih aktif bermusik dan sering tampil live. Tercatat dia menyanyikan lagu lamanya "That's My World" ft. Dok2 untuk soundtrack drama Punch dan duet bareng penyanyi populer Korea, Psy untuk lagu "Good Day Will Come." Yah, meski usianya sudah uzur, jiwa rocker dan kualitas musikalnya agaknya belum juga surut (seperti yang saya lihat di acara Baeksang 2016 lalu).

Meskipun bisa dibilang band-nya berusia pendek, tapi Deulgukhwa seolah tak pernah ada matinya. Mereka terus hidup sebagai legenda musik Korea dengan gaya musik yang terasa orisinal dan lagu-lagu mereka selalu terasa tak lekang oleh waktu.

Biografi:
- Jeon In-kwon (μ „μΈκΆŒ), lahir di Korea Selatan, 30 September  1954. Lead vokal, song writer
- Choi Sung-won (vocals, guitar, bass, keyboards)
- Jo Duk-Hwan (guitar)
- Heo Sung-Wook (keyboards), lahir di Korea Selatan tahun 1962. Meninggal di Kanada tahun 1997
- Choi Gu-Hee (guitar)
- Son Jin-Tae (guitar)
- Joo Chan-kwon (drums), lahir 18 Maret 1955 di Korea Selatan. Meninggal 20 Oktober 2013

Notable song:
- Parade (행진), Thats Only My Word, Train to the World, Please (Jebal), Oh You're Beatiful Lady, Easily, You and I, Everyday With You, Don't Worry Dear, Jejudo Perun bam (The Blue Night in Jeju Island), Saranghan hu-e/ After Love ( remake dari lagunya Al Stewart (1978) Palace of Versailees dengan lirik yang berbeda).

Discography:
- 1985: HaengJin/Parade (1985)
- 1986: Live(2CD)
- 1986: JeBal (Please)
- 1987: ChuEok DeulGukHwa (Remember, DeulGukHwa)
- 1988: PaRangSae (Blue Bird) - JeonInKwon
- 1988: JeJuDoEui PuReun Bam (Blue Night in JeJu Island)
- 1988: DaSi ManNalDdaeGgaJi (Untill We Meet Again)
- 1989: JiGeumGgaJi Ddi IJeBuTeo (Till Now, From Now)
- 1989 : Nae ChinGuYa (My Friend)
- 1989: MiRyeon (Lingering)
- 1990: EoRinWangJa (Little Prince)
- 1990: Sae HanMaRi (A Bird)
- 1992: Best
- 1993: Best
- 1992: AChimDongSan OSolGil (Pathway on a Morning Hill)
- 1993:  Live (JeonInKwon)
- 1994: Best in Live(live)
- 1995:  URi (Us)
- 1998: #01 (JeonInKwon & HanSangWon )
- 2000: One Man Band (JuChanKwon )
- 2013: Deulgukhwa


Salah satu kekuatan musik Deulgukhwa adalah pada musiknya. Meski saya bisa menikmati musik mereka tanpa paham liriknya, tapi saya juga cukup penasaran dengan lirik lagu-lagu mereka, terutama lagu "March" yang fenomenal itu. Saya coba browsing lirik lagu beberapa lagu Deulgukhwa tapi ternyata cukup sulit menemukannya di internet. Satu yang saya temukan dalam bahasa dan tulisan Korea (http://m.music.daum.net/) kemudian saya translate ke dalam tulisan latin lewat goggle terjemahan sementara untuk terjemahan bahasa Inggrisnya, nemu di website:http://mydearkorea.blogspot.co.id/) Sementara lirik lagunya yang lain juga hanya beberapa yang ketemu. Seperti lagunya, lirik lagu-lagu Deulgukhwa memang keren-keren, puitis dan penuh makna. 

Parade/Marching/Haengjin (행진)
Lyrics & Music: Jeon Inkwon

naui gwageoneun eoduwottjiman
naui gwageoneun him-i deul-eottjiman
geuleona naui gwageoleul salanghal su ittamyeon
naega chueog-ui geulim-eul geulil suman ittamyeon
haengjin haengjin haengjin haneun geoya
haengjin haengjin haengjin haneun geoya

naui milaeneun hangsang balg-eul suneun eobsgettji
naui milaeneun ttaeloneun him-i deulgettji
geuleona biga naelimyeon geu bileul maj-eumyeo
nun-i naelimyeon du pal-eul beollil geoya
haengjin haengjin haengjin haneun geoya
haengjin haengjin haengjin haneun geoya

nan nolae hal geoya maeil geudaewa
achim-i balg-aol ttae kkaji
haengjin haengjin haengjin haneun geoya (urineun)
haengjin (geudaewa) haengjin haengjin haneun geoya (urineun)
haengjin (ap-eulo) haengjin (ap-eulo) haengjin (ap-euro) haneun

geoya

λ‚˜μ˜ κ³Όκ±°λŠ” μ–΄λ‘μ› μ§€λ§Œ
λ‚˜μ˜ κ³Όκ±°λŠ” 힘이 λ“€μ—ˆμ§€λ§Œ
κ·ΈλŸ¬λ‚˜ λ‚˜μ˜ κ³Όκ±°λ₯Ό μ‚¬λž‘ν•  수 μžˆλ‹€λ©΄
λ‚΄κ°€ μΆ”μ–΅μ˜ 그림을 그릴 수만 μžˆλ‹€λ©΄
행진 행진 행진 ν•˜λŠ” κ±°μ•Ό
행진 행진 행진 ν•˜λŠ” κ±°μ•Ό

λ‚˜μ˜ λ―Έλž˜λŠ” 항상 밝을 μˆ˜λŠ” 없겠지
λ‚˜μ˜ λ―Έλž˜λŠ” λ•Œλ‘œλŠ” 힘이 듀겠지
κ·ΈλŸ¬λ‚˜ λΉ„κ°€ 내리면 κ·Έ λΉ„λ₯Ό 맞으며
눈이 내리면 두 νŒ”μ„ 벌릴 κ±°μ•Ό
행진 행진 행진 ν•˜λŠ” κ±°μ•Ό
행진 행진 행진 ν•˜λŠ” κ±°μ•Ό

λ‚œ λ…Έλž˜ ν•  κ±°μ•Ό 맀일 κ·ΈλŒ€μ™€
아침이 λ°μ•„μ˜¬ λ•Œ κΉŒμ§€
행진 행진 행진 ν•˜λŠ” κ±°μ•Ό (μš°λ¦¬λŠ”)
행진 (κ·ΈλŒ€μ™€) 행진 행진 ν•˜λŠ” κ±°μ•Ό (μš°λ¦¬λŠ”)
행진 (μ•žμœΌλ‘œ) 행진 (μ•žμœΌλ‘œ) 행진 (μ•žμœΌλ‘œ) ν•˜λŠ” κ±°μ•Ό
행진 행진 행진 ν•˜λŠ” κ±°μ•Ό
행진 행진 행진 ν•˜λŠ” κ±°μ•Ό

English translation:

My past was dark.
My past was difficult.
But if I could love my past,
and if I could paint my memories,
then I would march, march, and march.
I will march, march, and march.

My future might not always be bright.
My future might be difficult at times.
But I’ll get rained on when it rains.
And when it snows, I’ll welcome it with open arms.
I will march, march, and march.
I will march, march, and march.

I’ll sing with you every day
until the morning dawns.
I will march, march, and march.
I will march, march, and march.


(credit to: ONSEMIRO: http://mydearkorea.blogspot.co.id/)

Don't Worry Dear

geudaeyeo amu geokjeong haji marayo
uri hamkke norae hapsida
geudae apeun gieokdeul modu geudaeyeo
geudae gaseume gipi mudeo beorigo

jinagan geoseun jinagan daero
geureon uimiga ittjyo
tteonan iege norae haseyo
huhoeeopsi saranghaessnora malhaeyo

geudaeneun neomu himdeun iri manhattjyo
saeroumeul ilheo beoryeottjyo
geudae seulpeun yaegideul modu geudaeyeo
geudae taseuro hulhul teoreo beorigo

jinagan geoseun jinagan daero
geureon uimiga issjyo
uri da hamkke norae hapsida
huhoeeopsi kkumeul kkueossda malhaeyo

jinagan geoseun jinagan daero
geureon uimiga issjyo
uri da hamkke norae hapsida
huhoeeopsi kkumeul kkueossda malhaeyo

jinagan geoseun jinagan daero
geureon uimiga issjyo
uri da hamkke norae hapsida
huhoeeopsi kkumeul kkueossda malhaeyo
saeroun kkumeul kkugessda malhaeyo

English Translation:


My dear, don’t you worry about a thing
Let’s just sing together
My dear, all of your painful memories
Just bury them deep in your heart

Just let the past be the past
It’s meaningful in that way
Just sing to the one who left you
Say you loved them with no regrets

You suffered so many hardships
You lost what it meant to be new
Let out all the hardships you went through
Let yourself go from the blame

Just let the past be the past
It’s meaningful in that way
Let’s all sing together
Say you dreamed with no regrets

Just let the past be the past
It’s meaningful in that way
Let’s all sing together
Say you dreamed with no regrets

Just let the past be the past
It’s meaningful in that way
Let’s all sing together
Say you dreamed with no regrets
Say you’ll dream new dreams



One is Lonely (Hananeun oerowo/ν•˜λ‚˜λŠ” μ™Έλ‘œμ›Œ)

hana,dul
(dul-i dul-i) hananeun neomu oelowo
(dul-i dul-i) hananeun neomu oelobji
(dul-i dul-i) geuleona naega yeonghwaleul bolttaedo
naega sanchaeg-eul halttaedo honja issgido hajiman
geuleona uli doelsu iss-eumyeon honjabodaneun

(dul-i dul-i) hananeun neomu oelowo
(dul-i dul-i) hananeun neomu oelobji
(dul-i dul-i)

hana, dul, ses, nes
(nes-i nes-i) hananeun neomu oelowo
(nes-i nes-i) hananeun neomu oelobji
(nes-i nes-i)

uli saien neomu neolb-eun gangyeog-i
nal-i galsulog budamdoelmankeum
ulin yaghaejigu geuleona ulin
meon gildeul-eul gayahagie

hana, dul, ses, nes, daseos,
yeoseos, ilgob, yeodeolm
(manh-i ulimodu) hananeun neomu oelowo
(manh-i ulimodu) hananeun neomu oelobji

(dul-i nes-i manh-i ulimodu)
(dul-i nes-i manh-i ulimodu)
(dul-i nes-i manh-i ulimodu)
(dul-i nes-i manh-i ulimodu)
(dul-i nes-i manh-i ulimodu)

ν•˜λ‚˜,λ‘˜
(λ‘˜μ΄ λ‘˜μ΄) ν•˜λ‚˜λŠ” λ„ˆλ¬΄ μ™Έλ‘œμ›Œ
(λ‘˜μ΄ λ‘˜μ΄) ν•˜λ‚˜λŠ” λ„ˆλ¬΄ 외둭지
(λ‘˜μ΄ λ‘˜μ΄) κ·ΈλŸ¬λ‚˜ λ‚΄κ°€ μ˜ν™”λ₯Ό λ³Όλ•Œλ„
λ‚΄κ°€ 산책을 ν• λ•Œλ„ 혼자 μžˆκΈ°λ„ ν•˜μ§€λ§Œ
κ·ΈλŸ¬λ‚˜ 우리 될수 있으면 ν˜Όμžλ³΄λ‹€λŠ”

(λ‘˜μ΄ λ‘˜μ΄) ν•˜λ‚˜λŠ” λ„ˆλ¬΄ μ™Έλ‘œμ›Œ
(λ‘˜μ΄ λ‘˜μ΄) ν•˜λ‚˜λŠ” λ„ˆλ¬΄ 외둭지
(λ‘˜μ΄ λ‘˜μ΄)

ν•˜λ‚˜, λ‘˜, μ…‹, λ„·
(넷이 넷이) ν•˜λ‚˜λŠ” λ„ˆλ¬΄ μ™Έλ‘œμ›Œ
(넷이 넷이) ν•˜λ‚˜λŠ” λ„ˆλ¬΄ 외둭지
(넷이 넷이)

우리 사이엔 λ„ˆλ¬΄ 넓은 간격이
날이 갈수둝 λΆ€λ‹΄λ λ§ŒνΌ
우린 약해지ꡬ κ·ΈλŸ¬λ‚˜ 우린
λ¨Ό 길듀을 κ°€μ•Όν•˜κΈ°μ—

ν•˜λ‚˜, λ‘˜, μ…‹, λ„·, λ‹€μ„―,
μ—¬μ„―, 일곱, μ—¬λž
(많이 우리λͺ¨λ‘) ν•˜λ‚˜λŠ” λ„ˆλ¬΄ μ™Έλ‘œμ›Œ
(많이 우리λͺ¨λ‘) ν•˜λ‚˜λŠ” λ„ˆλ¬΄ 외둭지

(λ‘˜μ΄ 넷이 많이 우리λͺ¨λ‘)
(λ‘˜μ΄ 넷이 많이 우리λͺ¨λ‘)
(λ‘˜μ΄ 넷이 많이 우리λͺ¨λ‘)
(λ‘˜μ΄ 넷이 많이 우리λͺ¨λ‘)
(λ‘˜μ΄ 넷이 많이 우리λͺ¨λ‘)
(λ‘˜μ΄ 넷이 많이 우리λͺ¨λ‘)
(λ‘˜μ΄ 넷이 많이 우리λͺ¨λ‘)


(One is lonely
One, two
(two of us two of us) one is too lonely
(two of us two of us) isn't one too lonely
(two of us) but when even I watch a movie
even when I go for a walk, I am alone but
but if it becomes "us", more than being alone

(two of us two of us) one is too lonely
(two of us two of us) isn't one too lonely
(two of us two of us)

one, two, three
(three of us three of us) one is too lonely
(three of us three of us) isn't one too lonely
(three of us three of us)

there is too wide of a distance between us
as days pass it becomes burdensome
we become weak but we
have to go on a far path

one, two, three, four, five,
six, seven, eight
(we are all many) one is too lonely
(we are all many) isn't one too lonely

(two of us three of us many all of us)
(two of us three of us many all of us)
(two of us three of us many all of us)
(two of us three of us many all of us)
(two of us three of us many all of us)
(two of us three of us many all of us)
(two of us three of us many all of us)


(credit to: http://lyricstranslate.com/)

sumber:
(http://zetawiki.com/wiki/DeulGukHwa) |http://mydearkorea.blogspot.co.id/ |http://kocpop.blogspot.co.id/ |
www.koreaherald.com/

Wednesday 6 April 2016

The Most Notable Songs



Menurut saya, musik adalah salah satu hal terbaik di semesta ini. Karenanya, kalau ada yang bertanya, siapa yang tidak menyukai musik di dunia ini? Mungkin jawabannya: tidak ada. Musik, apapun jenisnya sudah membuat dunia ini terasa lebih indah dan berwarna.

Saya sendiri orang yang awam dalam hal musik-musikan. Saya mendengarkan musik hanya berpedoman suka nggak suka saja. Asal terasa cocok di telinga, tak masalah genre apa atau penyanyi siapa, bahasanya apa--saya tak keberatan untuk mendengarkan.  Saya tak fanatik pada satu genre tertentu. Mau itu pop, jazz, folk, rock, klasik...  saya tak keberatan mendengarkannya. Meski secara umum, saya menyukai jenis musik yang tak terlalu berisik.

Musik sendiri adalah sesuatu yang kreatif. Maksudnya, terus dikreasikan dari waktu ke waktu. Dan sejak teknologi rekaman di perkenalkan dahulu kala, entah sudah berapa ribu (atau bahkan juta atau miliar?) lagu yang sudah pernah dibuat. Di televisi, radio atau  internet sekarang, kita mendapati bahwa setiap waktu, lagu baru dari penyanyi yang lama atau baru, terus bermunculan.

Namun dari sekian banyak lagu yang ada itu, tak semua lagu meninggalkan bekas cukup lama di telinga pendengarnya. Banyak lagu yang sudah terasa membosankan hanya dengan mendengarkannya sekali dua kali saja, tapi tak sedikit juga lagu yang terasa everlasting. Bagi saya sendiri, ada beberapa lagu yang tak pernah bosan saya dengar meski sudah diputar berulang-ulang. Bahkan, kadang ada rasa tak lengkap kalau agak lama tak mendengarkannya. Berikut ada beberapa lagu yang bisa dibilang favorit bagi saya (listnya saya buat acak saja, bukan berdasarkan mana yang paling favorit lho, karena bagi saya kadar sukanya hampir sama saja).



1. Someone Like You- Adele
2. Say Somethings -nya A Great Big World.
3. A Thousand Years - Christina Perry.
4. Hello- Lionel Richie
5. Lost- Michael Bubble
6. Aubrey- Bread.
7. Good Bye-The Melody
8. Amayadori-Mayumi Itsuwa.
9. King and Lionhearts- Of Monsters and Man (and also almost of "Of Monsters and Man's songs)
10. Harvest Moon - Cassandra Wilson
11. 9 March - Remioromen (also: Konayuki, Shinkokyu)
12. Bronte - Gyote (also "Somebody that I Used to Know)
13. Something on Your Mind - Karen Dalton
14.  Nuh eh ge nan na eh ge nun - Scenery of Riding Bicycle  (Ost. The Classic)
15. J'ataime - Spitz (also another Spitz': Oomiya Sanseto, Kimi ga Omoide ni Naru mae ni)
16. Titanium - Sia (Another  fave form: Chandelier, Breath Me, My Love)
17. Futari - Monkey Majik (Ost. One Night Time Picnic)
18. Great Gig in The Sky - Pink Floyd (Another fave: Fat Old Sun, Shine on Your Crazy Diamond, Comfortably Numb)
19. Sahabat Kecil - Ipang ( Ost. Laskar Pelangi)
20. Reda & Tatyana - Kuhentikan Hujan (also: Nokturno dan musikalisasi puisi Sapardi Djoko Damono yang lain)
21. What a Wonderful Live - Frank Sinatra  (juga: Singing in the Rain, La vie en rose)
22. Misty Moon - Kenny G ft Lim Hyung Joo  (also Kenny G ft TUBE - Propose)
23. Ocean And A Rock - Lisa Hannigan  (also: Lille)
24. Áspri mΓ©ra ke ya mas - Agnes Baltza  (also: -To trΓ©no fΓ©vgi stis oktΓ³)
24. Gentle Giant - Clazziquai  (also:  I Will Give You Everything and many mores of Clazziquai)
26. I Choose To Love You  Hyorin
27. The Wind Blows - Lee Sora
29. Je m'apelle Helene - Helene
30. Tourist - Yuna (also: Terukir di Bintang, Fading Flowers)
31. Frosty Snowman - Zee Avie (also: Monte)

Instrument and Classic:
1. Ave Maria
2.  Never Mind The Pandits - Terra Incognita (also: Havana Baba, Zenith)
3. - Belphegor - Bruno Coulais (also Le Retour Des Grues, The Death of Lakpa & Karma)
4. Ear or (Ending Theme)- Jane Park (Ost. Tamra The Island)
5. Mozart: Concerto in C Major  for Flute & Harp, K. 299 Rondo Allegro, Rondo Alaturca, Zaide La Fluta magica: 03-Der VogelfΓ€nger bin ich ja, Concerto For Oboe And Orchestra In C Major, K.314, 1-A
6. F. Chopin - Etudes op.25 No.11 in A minor,  Piano Concerto No.1 Op.11 E Minor 2nd Mvt Romanza, Piano Concerto No.1 Op.11 E Minor 2nd Mvt Romanza, Piano Concerto No.1 Op.11 E Minor 2nd Mvt Romanza
7. Maurice Ravel - Bolero
8. Rameau -  Danza De La Gran Pipa De La Paz.- Indias galantes
9. Beethoven - Symphonie no 9, Piano Concerto No. 1 in C Major, Op. 15, Rondo (Allegro), Sonata no.5 in F major op.24 Spring Allegro
10. George Bizet - Habanera from Carmen Suite
11. Yo yo Ma - Libertango
12. Ennio Morricone  -  Gabriel's Oboe
13. Goerghe Zamfir - The Lonely Sheperd
14. Pachebel -  Canon in_D major
15. Leonhard Von Call - Serenade Op.84- 4. Adagio
16. Paul Potts - Nella Fantasia (also Nessun Dorma)

Sunday 17 January 2016

Buku-Buku yang Mengesankan

Pada dasarnya, semua buku bermanfaat. Seburuk apapun sebuah buku, selalu ada hal yang bisa dipelajari di dalamnya. Meski begitu,  ada beberapa buku yang meninggalkan kesan mendalam setelah membacanya. Berikut beberapa buku yang menurus saya, sangat mengesankan:

1. To Kill A Mockingbird (Harper Lee)
Novel yang konon merupakan semi-biografi penulisnya, Harper Lee ini selalu terasa abadi. Memaparkan ide tentang kebaikan  dan kebijaksanaan yangterasa universal. Diceritakan melalu sudut pandang Scout, seorang bocah perempuan sehingga terasa begitu mengharukan dan jauh dari kesan menggurui

2. The Yearling (Marjorie K. Rawlings)
Saya 'tak sengaja' menemukan buku ini ketika ada obral buku di Gramedia. Waktu itu, saya memutuskan membeli karena tebal dan sampulnya menarik. Begitu mulai membacanya.... saya langsung jatuh cinta. Berkisah tentang Jodie, seorang bocah lelaki berhati lembut yang tinggal bersama orang tuanya di sebuah tanah pertanian yang terpencil di Florida. Di tengah rasa kesepian, Jodie kemudian menjadlin persahabatan dengan seekor anak rusa, Flag. Tapi ini tidak akan menjadi dongeng atau semacamnya, karena diceritakan dengan begitu liris dan realistis. Indah dan mengharukan.

3. Sang Alkemis (Paulo Coelho)
Sebuah novel fenomenal abad ini. Semacam dongeng tentang mewujudkan Legenda Pribadi. Bertabur kata-kata indah yang sangat menginspirasi.

4. Pangeran Kecil (Antoine Saint de Exuperry)
Ini adalah tentang petualangan Pangeran Kecil dari planet B-612 yang dicintai anak-anak dari seluruh penjuru dunia. Kisah 'sederhana' yang disajikan dengan sangat indah, gambar-gambar yang lucu dan melambungkan fantasi anak-anak.

5. The Cathcer in the Rye (J.D. Salinger)
Novel ini dianggap kontroversial karena gaya penulisannya yang banyak menggunakan kata-kata kasar.  Meski di sisi lain, justru itulah salah satu kekuatan buku ini yang menjadikannya sangat realistis karena tokoh utamanya, Holden Caulfield, adalah remaja sinis dan pahit. Tapi di atas semua itu, sebenarnya ini adalah novel yang 'lembut' dan mengharukan tentang kegalaun di masa coming age.
Note: Meski mungkin sudah ada edisi terjemahan, tapi saran saya, bacalah edisi bahasa Inggrisnya karena salah satu kekuatan utama novel ini adalah pada permainan bahasanya.

6. The Golden Road (Lucy Maud Montgomerry)
Novel klasik yang berkisah tentang beberapa anak-anak yang menghabiskan liburan di sebuah desa yang indah permai di Pulau Prince Edward. Ceritanya sangat manis dengan penggambaran latar yang memukau ala Lucy Montgomerry.

7. Dunia Sophie (Jostein Gardeer, juga Misteri Soliter)
Filsafat seringkali dianggap sebagai materi yang berat. Tapi Jostein Gaarder membuatnya terasa 'ringan' dan menyenangkan, melalui Sophie, seorang bocah perempuan yang cerdas. Menurut saya, seharusnya novel ini menjadi bahan ajar di sekolah-sekolah dasar agar anak-anak bisa belajar filsafat sejak dini.

8. Negeri Salju (Yasunari Kawabata)
'Menemukan' novel ini di antara buku-buku usang di perpustakaan daerah belasan tahun yang lalu. Meski waktu itu merasa ceritanya agak absurd, tapi penceritaan novel ini meninggalkan kesan yang sangat mendalam dan bahkan membuat saya bercita-cita untuk mengunjungi Jepang suatu ketika.

9. Seribu Tahun Kesunyian (Gabriel Garcia Marquez)
Judulnya saja, sudah menarik. One Hundred Years of Solitude. Berkisah tentang kehidupan beberapa generasi Buendia yang penuh tragedi. Seperti genre-nya, realisme magis, novel ini memang meninggalkan kesan magis setelah membacanya.


10. Arok Dedes - ( Pramoedya Ananta Toer juga tetralogi Pulau Buru)
Kisah Ken Arok yang 'merebut' si cantik Ken Dedes setelah membunuh suaminya, bupati Tumapel, Tunggul Ametung, tentu adalah cerita yang terasa akrab bagi kita karena memang tercantum dalam buku-buk sejarah. Tapi di tangan Pram cerita ini bukan sekedar tentang tragedi berdarah yang melatari pendirian kerajaan Singosari. Ini adalah juga tentang kisah bagaimana Ken Arok, yang hanya seorang rakyat jelata, berusaha untuk mewujudkan ambisinya hingga ia menjadi 'seseorang.' Dan Pram menuturkan semua itu dengan keahlian berceritanya yang selalu mengagumkan.

11. Kitab Omong Kosong (Seno Gumira Ajidarma)
Saya selalu mengagumi tulisan-tulisan Seno. Selain banyak rangkaian kata indahnya, juga gaya penokohannya yang kadang terkesan 'seenaknya.' Pun dengan novel tebal ini. Seno menggabungkan cerita klasik pewayangan dengan imajinasinya yang luar biasa.

12. Olenka (Budi Darma)
Well, salah satu sastrawan lain yang saya kagumi. Gaya penceritaannya, penokohannya... pokoknya, sukalah dengan tulisan-tulisan Budi Darma.

13. Saman (Ayu Utami,
juga sekuelnya: Larung)

Salah satu novel yang seolah menandai 'tren' baru dalam dunia kepenulisan di Indonesia dan dipandang agak sinis oleh beberapa pihak 'sastra kelamin.' Whatever, saya menyukai gaya penceritaan Ayu Utami yang lugas, kelam tapi juga indah dengan caranya sendiri.

14. Norwegian Wood (Haruki Murakami)
Sebuah novel yang menggabungkan depresi, hingar bingar kehidupan anak muda tahun '60-an dan The Beatles! Muram, tapi meninggalkan kesan mendalam usai membacanya.

15. The Unbearable Lightness of Being (Milan Kundera)

Ini adalah tentang Tomas, yang terlibat hubungan rumit  dengan Tereza dan Sabina. Tapi tentu saja, seorang Milan Kundera tidak hanya berkisah tentang cinta segitiga. Tapi juga mengulas pertanyaan-pertanyaan tentang eksistensi manusia di tengah situasi kota Praha yang tak menentu di tahun '60-an.


16. Harun dan Samudera Dongeng (Salman Rushdie)
Kisah yang indah tentang Harun dan ayahnya, Si Pendongeng yang kehilangan kemampuan mendongengnya setelah sebuah tragedi. Sebuah dongeng yang indah, menghibur dan juga mendidik.

17.  Anna Karenina (Leo Tolstoy)

18. Kejahatan dan Hukuman (Fyodor Dotoyeski)

19. Please  Look After Mom (Kim Yok-shin)
Cerita dalam buku ini, terasa sangat dekat. Tentang sosok seorang ibu sederhana, yang menjadi kunci utama bergeraknya roda kehidupan di rumah, tapi seringkali terlupakan.

20. Caramello (Sandra Cisneros)
21. Amarah/ The Grape of Wrath (John Steinbeck)
22. The Heart is Lonely Hunter  (Carson McCullers)
23. The Railway Children (Edith Nesbit)


Monday 21 December 2015

Film: Sutradara-Sutradara Favorit

Yah, saya adalah seorang penikmat film. Mungkin bisa dikategorikan hampir "maniak" karena menonton film bagi saya sudah jadi semacam kebutuhan. Saya pernah iseng membuat catatan film-film yang saya tonton dan jumlahnya ternyata sudah ribuan! Hihi. Meski begitu, saya sebenarnya orang yang awam saja dalam hal film-filman. Saya tidak paham apa-apa soal sinematografi blabla... Biasanya saya nonton film berdasarkan beberapa referensi. Bisa karena ulasannya di media, bisa karena embel-embel penghargaan, karena pemainnya atau juga sutradaranya. Yap, ada beberapa sutradara film yang menjadi favorit bagi saya. Dan karena favoritnya, tak terlalu mempertimbangkan filmnya apa, saya tak keberatan untuk menonton film-film besutannya. Berikut beberapa sutradara film yang  menjadi favorit saya.

1. Wong Kar Wai

Saya 'kenal' Wong Kar Wai secara 'nggak sengaja.' Waktu itu dapat bonus film dari tempat rental film di Jogja dan filmnya adalah 2046-nya Wong. Awalnya agak underestimate karena nggak punya referensi apa-apa dari film ini. Tapi setelah ditonton, ternyata saya langsung 'jatuh cinta' dengan gaya penyutradaraan Wong yang unik. Berikutnya, saya pun mencari film-film Wong yang lain seperti In the Mood for Love, Days of Being Wild,  As Tears Go By, Happy Together, Time of Ashes, My Blueberry Night. Hingga yang terakhir, The Grandmasters. Dan semuanya saya suka. Semua film-film Wong memiliki tema yang sama: cinta. the unbearable love. cinta yang seolah tak pernah cukup. yah, bisa dibilang dia adalah sutradara paling romantik yang saya ketahui. Tema seperti ini, meski bersifat universal, tapi pada satu sisi bisa menjadi cheesy. Tapi di sinilah letak keahlian seorang Wong Kar Wai. Wong mampu mengolah sebuah cerita 'cengeng' dan 'remeh-temeh' menjadi sajian film yang sophiscated melalui gaya penyutradaraannya yang unik. Selain alur cerita yang khas dan terasa puitis, Wong juga mencampurkan warna-warna, sudut pengambilan gambar yang tak membosankan, musik-musik yang keren dan tentu saja, aktor-aktor watak yang handal (aktor utama dalam film-film dia adalah Tony Leung Chiu-Wai yang kemudian juga menjadi salah satu aktor favorit saya). 

Wong Kar Wai

Wong  Kar Wai lahir di Shanghai, 17 Juli 1958. Dia merupakan bungsu dari tiga bersaudara. Ayahnya seorang pelaut dan ibunya ibu rumah tangga biasa. Ketika terjadi Revolusi Budaya di China, keluarga Wong pindah ke Hongkong yang waktu itu masih di bawah Inggris. Sayangnya, dua kakak Wong terpisah dan baru berkumpul kembali 10 tahun kemudian. Bisa dibilang, Wong kemudian menghabiskan masa kecilnya sebagai 'anak tunggal' di tempat baru dan tumbuh jadi anak yang kesepian. Ketika kecil inilah, Wong sering diajak ibunya nonton film, hal yang kemudian menjadi kegemarannya. Kesukaannya pada desain grafis membuatnya kemudian kuliah di Hong Kong Polytechnic dan setelah lulus, ia bekerja di stasiun TV. Di sini Wong mulai terlibat dalam pembuatan screenwriting untuk beberapa serial TV.

Tahun 1987, ia menjadi co-writer untuk film Final Victory bersama Patrick Tam dan mendapat nominasi di Penghargaan Film Hong Kong Film Awards. Kemudian pada tahun 1988, Wong membuat film pertamanya As Tears Go By film yang memadukan romance dan dunia gangster, dibintangi Andy Lau, Maggie Cheung dan Jacky Cheung dan sukses secara komersial. Setelah kesuksesan film pertamanya, Wong kemudian memutuskan untuk membuat film yang lebih sesuai dengan 'seleranya.' Dan bisa ditelusuri kemudian film-filmnya yang memang sangat khas. Dalam hal ini, ia memiliki partner kerja yang seide dengannya, Christopher Doyle di bagian sinematografi yang hampir selalu terlibat dalam film-film Wong.

Meski film-filmnya selalu mendapat apresiasi di kancah perfilman dunia, tapi khas film-film 'unik' film Wong tidak selalu sukses secara komersil. Walaupun begitu, Wong dianggap sebagai salah satu sutradara yang paling berpengaruh dalam dunia perfilman Hong Kong (bahkan juga dunia). Gayanya sering dikaitkan dengan sutradara Perancis beraliran New Wave, Jean-Luc Godard, meski tetap saja memiliki orisinalitasnya sendiri. Selain itu, ada beberapa nama sutradara dunia yang juga dikaitkan dengan Wong seperti Martin Scorsese, Michelangelo Antonioni, Alfred Hitchcock, and Bernardo Bertolucci. Meski begitu, Wong mengaku bahwa gaya berfilmnya banyak dipengaruhi koleganya, Patrick Tam yang juga menjadi mentornya. Novel juga mempengaruhi kreatifitas Wong, terutama novel karya penulis Manuel Puig,  Julio CortΓ‘zar, di samping juga Haruki Murakami. Selain itu, MTV juga memberi pengaruh dalam film-film Wong.

Whatever, pokoknya love a lot deh sama film-filmnya Wong dan semoga, beliau tetap selalu berkarya dengan segala kekhasannya.
Filmografi:
 As Tears Go By (1988)| Days of Being Wild (1990)| Chungking Express (1994)| Ashes of Time (1994)| Fallen Angels (1995)| Happy Together (1997)| In the Mood for Love (2000)| 2046 (2004) | Eros (2004, "The Hand" part)| My Blueberry Nights (2007)| The Grandmaster (2013)| The Blossoms  (2015/2016?)
 
(Sumber: wikipedia.org)

2. Kim Ki-duk
Berawal dari kegemaran saya nonton film Korea dan 'menemukan' film 3 Irons, yang dibintangi sama salah satu aktor Korea yang sedang ngehits pada masa itu, Jae Hee. Saya langsung 'jatuh cinta' dengan gaya penceritaan ala Kim Ki-duk. Bagaimana tidak, pada film berdurasi sekitar 2 jam itu, Jae Hee yang bertindak sebagai tokoh utamanya, tidak berdialog sama sekali. Sementara pemeran lain, dialognya juga sangat minim. Anehnya, cerita film ini tersampaikan dengan gamblang. Keren kan? Saya pun kemudian penasaran dengan film-film Kim yang lain, seperti The Bow, The Isle, Spring-Summer-Fall Winter... Tidak semua film-film Kim minim dialog, tapi ada sesuatu yang sangat khas dalam film-filmnya.

Kim Ki-duk

Tema-tema film Kim bervariasi, tapi umumnya  menyangkut isu-isu sosial yang diolahnya menjadi cerita dengan berbagai kemungkinan yang cukup ekstrim. Beberapa filmnya terkesan 'harsh' dan melibatkan adegan-adegan yang musykil, tapi meninggalkan kesan mendalam setelah menontonnya. Menonton film Kim juga meninggalkan kesan bahwa 'film itu adalah sesuatu yang sederhana.' Meskipun sering melibatkan aktor-aktor papan atas Korea sebagai tokoh utamanya, tapi film-film Kim seolah tidak melibatkan sinematografi njelimet, meski tetap saja, gaya sinematografinya tidak sembarangan. Spring -Summer-Fall misalnya, yang bahkan konon dia sampai membuat pulau buatan di tengah danau yang indah permai. Tapi ya itu tadi, ada kesan simple dalam film-film Kim. Saya pernah membaca komentar netizen bahwa untuk membuat film, seorang Kim hanya perlu kamera dan satu orang aktor. Sesimple itu.

Kim Ki-duk lahir di Bonghwa, Korea Selatan, 20 Desember 1960. Pada tahun 1990-1993, ia belajar fine arts di Paris dan sepulangnya dari sana, ia memulai karir di dunia film dengan menjadi screenwriter. Pada tahun 1995, skenerio yang ditulisnya memenangi kontes yang diadakan oleh Korean Film Council. Setahun kemudian, ia membuat filmnya yang berbudget rendah, Crocodile dan mulai mendapatkan kritik dan perhatian dari banyak pihak. Sejak itu, karir Kim di dunia perfilman pun semakin mapan, ditandai dengan berbagai penghargaan yang ia terima dalam berbagai kancah penghargaan film internasional. Namun begitu, Kim dalam karirnya juga tak lepas dari kritik dan kontroversi. Filmnya bertajuk The Isle, sempat dilarang  diputar di Inggris karena dianggap mempertontonkan adegan yang kejam terhadap binatang (ikan). Ada juga isu bahwa film 3-Irons mirip dengan film China dan banyak lagi kritik di seputar film-film Kim. Tapi begitu kan memang resiko orang berkarya? Apalagi karyanya memang terkesan tak biasa. Apapun, sebagai pengagum karya-karyanya, saya  berharap akan terus Kim Ki-duk menelurkan karya-karya yang mengesankan.

Filmografi:
 Crocodile (1996)| Wild Animals  (1997)| Real Fiction (2000)| The Isle  (2000)|Address Unknown (2001)|Bad Guy(2001)| The Coast Guard  (2002) | Spring, Summer, Fall, Winter... and Spring  (2003)| Samaritan Girl (2004)|  3-Iron (2004)| The Bow (2005)|    Time (2006)|  Breath  (2007)|   Dream  (2008)|  Arirang (2011)| Amen (2011)| Pieta (2012)| Moebius (2013)|   One on One  (2014)| Stop (2015)
Also producer for:  Made in China (2015)| Producer and screenwriter for:     Godsend (2014)| One on One  (2014)| Red Family (2013)| Rough Play (2013)| Poongsan (2011)| Rough Cut (2008)| Beautiful (2008)|Real Fiction (2000)| The Birdcage Inn(1998)

(Sumber: wikipedia.org, asianwiki.com)

3. Ang Lee
Saya baru familiar dengan nama Ang Lee gara-gara film Crouching Tigger Hidden Dragon. Mulanya saya nonton film Ang Lee waktu ada acara pemutaran film gratis di BBY. Temanya waktu itu memang film-film Ang Lee. Film yang diputar adalah The Wedding Banquet, Eat Drink Man Woman, Sense and Sensebility, dan The Ice Storm. Menurut saya, ke-empat film itu keren semua. Dan sejak itu, saya menetapkan bahwa Ang Lee adalah salah satu sutradara favorit saya.

Ang Lee lahir tanggal 23 Oktober 1954 di Chaochou, Pingtung, Taiwan dari sebuah keluarga yang sangat menekankan pentingnya pendidikan (ayahnya seorang kepala sekolah). Keluarganya pindah dari daratan China ke Taiwan ketika perang tahun 1949. Lee kemudian belajar di National Tainan First High School, dan dua kali gagal mengikuti ujian masuk perguruan tinggi (see, kadang kegagalan benar-benar sebuah keberhasilan yang tertunda! :)). Ia kemudian masuk National Taiwan University of Arts dan lulus tahun 1975. Ayahnya berharap ia jadi seorang akademisi tapi ia sendiri lebih tertarik pada seni dan drama.

Ang Lee

Usai mengikuti wajib militer, ia pergi ke Amerika dan belajar di University of Illinois mengambil jurusan teater. Ia kemudian belajar di Tisch School of the Arts di New York University di mana ia sekelas dengan sutradara Spike Lee. Ang Lee membuat film pendek berjudul Shades of the Lake (1982), yang memenangkan Best Drama Award in Short Film di Taiwan. Tesisnya, sebuah film berdurasi 43 menit,  Fine Line (1984), memenangkan  NYU's Wasserman Award for Outstanding Direction dan kemudian terseleksi dalam Public Broadcasting Service.
Setamatnya dari NYU Lee sempat menganggur selama 6 tahun dan menjadi bapak rumah tangga (istrinya seorang molecular biologist) sembari menulis beberapa screenplay. Tahun 1990, Lee mendaftarkan dua screenplaynya, Pushing Hands dan The Wedding Banquet, untuk ikut kompetesi yang di sponsori Dinas Penerangan China yang menjadi terbaik pertama dan kedua. Li-Kong Hsu  seorang manajer promosi senior di sebuah studio besar  tertarik dengan karya Lee dan siap memproduseri Pushing Hands (1991).

Untuk selanjutnya, Lee terus produktif menghasilkan film-film yang bermutu dan langganan berbagai penghargaan internasional. Film-filmnya biasanya mengangkat tema-tema marjinalisasi, alienasi dan represi. Ia juga memfokuskan pada interaksi antara tradisional dan modern. Filmnya, The Wedding Banquet (1993), memenangkan Golden Bear di Berlin Film Festival dan masuk nominasi Best Foreign Language Film di Golden Globe dan Academy Awards. Lee semakin mendapat pengakuan internasional setelah menyutradarai Sense and Sensebility (1995-yang memenangkan penghargaan Golden Globe Award untuk kategori Best Motion Picture - Drama ), disusul kemudian Crouching Tiger, Hidden Dragon (2000) (nominasi Academy Award for Best Director) dan Brokeback Mountain (2005) (yang mendapat 8 nominasi Academy Awards dan memenangkan penghargaan untuk kategori Best Director, yang menetapkan Lee sebagai satu-satunya sutradara Asia yang mendapatkan penghargaan itu). Terakhir, filmnya Life of Pi sukses secara box office dan juga mendapat apresiasi di dunia perfilman. Film ini  mendapat  11 nominasi di ajang Academy Award dan memenangkan penghargaan untuk katefgor Best  Director (lagi!).  Keren banget kan? Terus berkarya, Ang Lee!

Filmografi:
Pushing Hands (1992)| The Wedding Banquet (1993)| Eat Drink Man Woman  (1994)| Sense and Sensibility (1995)| The Ice Storm  (1997)| Ride with the Devil (1999)| Crouching Tiger, Hidden Dragon (2000)| The Hire  (2002)| Hulk (2003)| Brokeback Mountain (2005)| Lust, Caution  (2007)| Hollywood Chinese (2008)| Taking Woodstock (2009) | Life of Pi ( 2012)| Billy Lynn's Long Halftime (2016)
(Sumber: wikipedia.org)


4. Hayao Miyazaki
Film pertama Pak Miyazaki yang saya tonton adalah Spirited Away. Awalnya penasaran karena film ini, yang notabene adalah film animasi, tapi kok banyak mendapat penghargaan di berbagai ajang penghargaan film internasional (salah satunya Academy Awards). Dan setelah menonton film ini, saya sangat maklum dengan berbagai penghargaan itu karena filmnya memang benar-benar keren. Bagi saya yang bukan penggemar film animasi, film-film Miyazaki terasa fresh dan berbeda. Masih mengusung tema anak-anak, tapi tidak klise ala film animasi Hollywood. Baik dari segi penceritaan maupun gambar-gambarnya. Film-film Miyazaki, meski animasi, tapi sarat dengan nilai-nilai mendidik, tapi tetap disajikan dengan ringan dan menghibur khas film anak-anak

Hayao Miyazaki

Hayao Miyazaki Bunkyō, Tokyo, Jepang, 5 Januari 1941. Ayahnya, Katsuji Miyazaki adalah direktur perusahaan pesawat (bisa dipahami kemudian kalau beberapa film Miyazaki melibatkan pesawat, Kiki Delivery Service, misalnya).  Ketika di sekolah dasar, ibunya menderita penyakit TB dan sering menghabiskan waktu di rumah sakit (mungkin ini menjadi inspirasi film My Neighbour Totoro). Ketika kecil, cita-citanya adalah menjadi penulis manga dan ketika di sekolah menengah, ia mulai tertarik pada dunia animasi. Meski begitu, ketika kuliah Miyazaki mengambil jurusan ekonomi dan politik di Universitas Gakushuin. Selama kuliah ini, ia tergabung dalam klub  "Children's Literature research club".

Selepas kuliah, Miyazaki kemudian mendapat pekerjaan di Toei Animation, dimana ia mulai terlibat dalam beberapa proyek animasi. Ia meninggalkan Toei pada tahun 1971 dan bergabung di A-pro dimana ia terlibat sebagai asisten sutradara untuk serial Lupin III. Tahun 1974, dia pindah ke Zuiyo Eizo (Nippon Animation) dan menjadi animator untuk World Masterpiece Theater. Tahun 1979, ia meninggalkan Nippon Animation dan mulai menyutradari film animasi pertamanya; The Castle of Cagliostro. Film berikutnya,  NausicaΓ€ of the Valley of the Wind, dirilis pada tahun 1984 yang merupakan awal film yang kemudian akan menjadi ciri khasnya, yakni mengangkat isu ekologi, hubungan manusia dan lingkungan, feminisme dan pasifisme...  Miyazaki kemudian bersama teman-temannya, mendirikan Studio Gibli, yang menjadi rumah produksi untuk film-filmnya kemudian.

Meskipun sudah menghasilkan karya-karya yang qualified, namun perhatian dunia terhadap  karya Miyazaki baru diperoleh setelah ia membuat film Princess Mononoke, disusul kemudian Spirited Away yang mendapat penghargaan Oscar di Academy Awards. Selanjutnya, tentu saja, karya-karya Miyazaki semakin mendapat pengakuan. Hebatnya, Pak Miyazaki ini meskipun sekarang sudah jaman komputer, tapi lebih senang mengerjakan animasinya dengan tangan.Jikapun menggunakan teknologi komputer, hanya sekian persen saja. Sayangnya, sekarang, berhubung merasa sudah tua, beliau konon beberapa kali mengatakan ingin beristirahat, walaupun masih membuat ilustrasi untuk Studio Gibli. Yah, bagaimanapun salut lah untuk Pak Miyazaki! Karya-karyanya pasti akan selalu dikenang.

Filmografi:
The Castle of Cagliostro (1979)| NausicaΓ€ of the Valley of the Wind (1984)| Castle in the Sky (1986)| My Neighbor Totoro (1988)| Kiki's Delivery Service (1989)| Only Yesterday (1991)| Porco Rosso (1992)| Pom Poko (1994)| Whisper of the Heart (1995)| On Your Mark (Music video-1995)| Princess Mononoke (1997)| Spirited Away (2001)| Whale Hunt (short film - 2001)| Koro's Big Day Out (short film -2002)| Mei and the Kittenbus (Short film, 2002)| Imaginary Flying Machines     (Short film, 2002)| The Cat Returns (2002)| Howl's Moving Castle (2004 )| Monmon the Water Spider(Short film, 2002)| House-hunting (Short film, 2002)| The Day I Harvested a Planet(Short film, 2002)| Ponyo (2008)| Mr. Dough and the Egg Princess (Short film, 2010)| The Secret World of Arrietty (2010)| From Up on Poppy Hill (2011)| The Wind Rises (2013)| The Kingdom of Dreams and Madness (Documentary, 2013)| Boro the Caterpillar (Short film, 2018)(Sumber: wikipedia.org)


5. Lee Chang-dong
Saya menyukai film-film Lee karena tema-temanya yang terasa sangat humanis. Mirip dengan Kim Ki-duk, Lee juga mengangkat isu-isu sosial dalam film-filmnya, namun dengan lebih realistis dan alur cerita yang kuat. Beberapa filmnya cenderung gelap, tapi tetap memiliki sisi 'lembut' dan optimisme.

Lee Chang-dong

Lee lahir di Daegu, 1 April 1954. Ia merupakan lulusan dari jurusan Sastra Korea, Universtias Nasional Kyungpook, Daegu. Selama masa itu, ia terlibat pada teater dan sstar. Lee mengawali karir sebagai guru bahsa Korea di sekolah menengah, tapi kemudian beralih menjadi novelis. Novel pertamanya, Chonri diterbitkan tahun 1983. Namun berikutynya, ia lebih menekuni dunia film  meskipun tidak pernah belajar film secara khusus. Dia membuat screenplay untuk film Park Kwang-su ; To TheStarry Island dan A Single Spark. dan kemudian mulai membuat film pertamanya, Green Fish, yang mendapat banyak perhatian. Tahun 2000, filmnya yang lain, Peppermint Candy juga mendapat apresiasi, disusul Oasis dan Secret Sunshine. Pada thaun 2003-2004, Lee sempat menjabat sebagai Menteri Budaya dan Pariwisata.

Filmografi:
To the Starry Island (1993) *screenplay | A Single Spark (1995) *screenplay |Green Fish (1997) | Peppermint Candy (2000)  Oasis (2002) | Yobi, the Five Tailed Fox (2007) *screenplay| Secret Sunshine (2007) | Poetry (2010)
(sumber: wikipedia.org, asianwiki.com)
 
6. Tim Burton

Nyentrik, itulah kesan saya pada film-film Tim, meski tidak semuanya. Tim seringkali memasukkan unsur gothic dalam film-filmnya, tapi alih-alih serem, film-film Tim justru bernuansa jenaka karena memang dibumbui humor.

Tim Burton, bernama asli Timothy Walter Burton, adalah sutradara asal AS yang lahir pada 25 Agustus 1958 di Burbank, California. Ibunya, Jean, adalah pemilik toko hadiah dan ayahnya, adalah mantan pemain basebal lokal yang kemudian bekerja di Taman Hiburan di Burbank. Kecintaan Tim pada film dimulai sejak dia masih sangat belia, dimana dia bahkan sudah membuat film di usia 13 tahun. Di samping itu, dia juga hobi melukis dan menggambar. Tokoh-tokoh idolanya adalah Dr Seuss dan Road Dahl.  Selepas SMA, Tim kemudian melanjutkan kuliah di California Institute of the Arts dengan jurusan character animations. Pada masa kuliah ini, dia membuat film pendek berjudul Stalk of the Celery Monster yang kemudian menarik perhatian studio Walt Disney Production dimana ia kemdian berkesempatan magang sebagai animator di sana. Tim kemudian terlibat dalam pembuatan beberapa film pendek dan karya-karyanya mulai mendapat apresiasi.

Tim Burton

Setelah sukses menyutradarai film Beetlejuice (1988), ia kemudian dipercaya untuk menyutradarai salah satu film legendaris, Batman (1989) yang dibintangi Jack Nicholson dan Tim Curry. Tahun 1990, ia membuat film Edward Scissorhand yang dibintangi another my fave actor, Johny Depp. Sama-sama nyentrik, agaknya Johny Depp dan Tim Burton adalah partner yang cocok dalam film. Terbukti kemudian Depp terlibat dalam film-film Burton yang lain seperti  Ed Wood, Sleepy Hollow, Charlie and the Chocolate Factory, Corpse Bride, Sweeney Todd: The Demon Barber of Fleet Street, Alice in Wonderland, dan Dark Shadows. Tidak hanya menjadi partner dalam kerja, konon Burton dan Depp juga bersahabat baik, bahkan Depp menjadi ayah baptis untuk dua putra Burton. Aktor lain yang juga nyentrik dan sering bermain di film Burton adalah Helena Bonham Carter, yang kemudian menjadi kekasihnya dan melahirkan dua anak putra Burton. Sayang, pasangan ini kemudian dikabarkan berpisah tahun 2014 lalu. Apapun kehidupan pribadinya, Tim Burton adalah sutradara keren dan berharap dia terus berkarya. 

Filmografi:
Miss Peregrine's Home for Peculiars (2016post-production)| Beetlejuice 2 (announced)| Big Eyes (2014)| Frankenweenie (2012)| Dark Shadows (2012)| Alice in Wonderland (2010)| Sweeney Todd: The Demon Barber of Fleet Street (2007)| Corpse Bride (2005)| Charlie and the Chocolate Factory (2005)| Big Fish (2003)| Planet of the Apes (2001)| The World of Stainboy (2000, Short)| Sleepy Hollow (1999)| Mars Attacks! (1996)| A Visit with Vincent (1994, Video documentary)| Ed Wood (1994)| Batman Returns (1992)| Edward Scissorhands (1990)| Batman (1989)| Beetlejuice (1988)| Faerie Tale Theatre (1986, TV Series) (1 episode)| etc.

(sumber: wikipedia.org, imdb.com)

7. Zhang Zimou
Zhang adalah salah satu sutradara yang membuat saya 'jatuh cinta' dengan film-film Mandarin, terutama wuxia. Film-film Zhang, bukan hanya memiliki cerita yang kuat tapi umumnya juga didukung sinematografi yang menakjubkan mata karena menyajikan gambar-gambar yang luar biasa indah.

Zhang Yimou

Zhang lahir di Shannxi, China, pada tanggal 14 November 1954. Ayahnya, seorang dokter kulit, bekerja di Ketentaraan Nasional pada masa Chiang Kai-shek dan paman dan abangnya adalah tentara nasionalis yang kemudian dipindahkan ke Taiwan. Karenanya, Zhang mengalami masa sulit ketika kanak-kanak. Semasa Revolusi Budaya (1960an-1970an), ia berhenti sekolah dan menjadi buruh pertanian selama 3 tahun dan menjadi buruh di pabrik tekstil selama 7 tahun. Selama masa itu, ia menyempatkan diri belajar melukis dan fotografi. Pada tahuni 1978, meski tanpa kualifikasi pendidikan yang memadai, ia mendaftar kuliah Beijing Film Academy  jurusan fotograf berbkeal porfolio yang dibuatnya dan diterima (hebat ya!).  Seangkatan dengan Zhang adalah Chen Kaige, Tian Zhuangzhuang, dan Zhang Junzhao yang kemudian dikenal sebagai Generasi Kelima, semacam gerakan seni setelah era Revolusi Budaya. Bersama teman-temannya ini, Zhang membuat film One and Eight (bersama Zhang Juanho) dan Yellow Earth (bersama Chen Kaige) yang sukses di pasaran. Film selanjutnya, Old Well (1987), Zhang menjadi aktor utama dan mendapat penghargaan di Tokyo International Film Festival. Di tahun 1987 juga, Zhang membuat film debutnya, Red Sorghum, yang dibintangi my fave actress, Gong Li mendapat penghargaan Golden Bear for Best Picture pada Berlin International Film Festival 1988. Gong Li kemudian juga bermain di film Zhang berikutnya, Codename Cougar,Ju Dou, Raise the Red Lantern, The Story of Qiu Ju. Curse of Golden Flower...

Filmografi:
Red Sorghum (1987)| Codename Cougar (1988)| Ju Dou (1990)| Raise the Red Lantern (1991)| The Story of Qiu Ju (1992)| To Live (1994)| Shanghai Triad (1995)| Zhang Yimou(1995, Segment of the anthology, LumiΓ¨re and Company)| Keep Cool (1997)| Not One Less (1999)| The Road Home (1999)| Happy Times (2000)| Hero (2002)| House of Flying Daggers (2004)| Riding Alone for Thousand Miles (2005)| Curse of Golden Flower (2006)| Movie Night (2007,      Segment of the anthology, To Each His Cinema)|      A Woman, a Gun and a Noodle Shop (2009)|  Under the Hawthorn Tree(2010)| The Flowers of War (2011)| Coming Home (2014)| The Great Wall (2016)

8. Hong Sang-soo
Hong Sang-soo adalah sutradara nyentrik asal Korea Selatan yang lain. Film-film Hong agak mirip dengan Kim Ki-duk dengan film-filmnya yang terkesan sangat indie, meski begitu, mengambil genre yang berbeda. Jika cerita dalam film-film Kim mengambil cerita dengan kemungkinan-kemungkinan yang ekstrim, Hong justru sebaliknya, pada peristiwa yang terasa sangat sehari-hari. Hal-hal yang terkesan sangat-sangat biasa, dengan karakter-karakter yang juga sangat biasa. Ciri khas lain dari film Hong adalah menampilkan karakter anti hero, yang dalam kehidupan nyata mungkin adalah orang-orang yang 'tidak disukai' karena dianggap memiliki sifat-sifat yang 'tidak umum.' Karena mengetengahkan kehidupan sehari-hari, film-film Hong biasanya nyaris tanpa klimaks dan bagi yang tidak suka, mungkin cenderung membosankan dan karenanya, wajar kalau film-film Hong kurang laku secara komersial.

Hong Sang-soo

Hong lahir di Seoul, 25 Oktober 1961. Hong kuliah di Chung-Ang University, dan kemudian pindah ke California College of Arts  and Crafts, Amerika. Sementara gelar masternya diperoleh di School of the Art Institute of Chicago. Hong memulai debut penyutradaraannya pada tahun 1996, dengan filmnya berjudul The Day a Pig Fell into the Well yang mendapat banyak penghargaan di ajang film awards. Pun dengan film-film dia selanjutnya. Dalam film-filmnya, Hong sering juga sering menggunakan aktor-aktor tertentu yang kemudian seolah menjadi salah satu ciri khas filmnya. Salah satu aktor yang cukup sering bermain di film-filmnya dalah aktor favorit saya, Lee Seon-gyun, yang memang terasa pas dengan film-film Hong yang 'casual.'

Filmografi:
The Day a Pig Fell into the Well (1996)| The Power of Kangwon Province(1998)| Virgin Stripped Bare by Her Bachelors  (2000)| On the Occasion of Remembering the Turning Gate (2002)| Woman Is the Future of Man  (2004)| Tale of Cinema (2005)| Woman on the Beach (2006)| Night and Day (2008)| Like You Know It All (2009)| Jeonju Digital Project "Visitors": Lost in the Mountains (short film, 2009)| Hahaha (2010)| Oki's Movie (2010)| The Day He Arrives (2011)| List (short film, 2011)| In Another Country (2012)| Nobody's Daughter Haewon (2013)| Our Sunhi (2013)| "Hong Sang-soo": Venice 70: Future Reloaded (short film, 2013)| Hill of Freedom (2014)| Right Now, Wrong Then(2015)

Plus-plus:
Saya juga memfavoritkan beberapa sutradara film-film Timur Tengah seperti Majid Majidi, Bahman Gobadi, juga sutradara perempuan Jane Campion dan Mira Nair. Sayang, film-film mereka agak sulit didapatkan :(



sumber: wikipedia.org, asianwiki.com

* Film yang saya bold sudah saya tonton. Beberapa resensinya bisa dilihat di blog saya yang mengulas tentang film, http://filmyangkutonton.wordpress.com// 

Thursday 10 December 2015

Tentang TTM

Setelah buku saya akhirnya terbit, tiba-tiba saya 'merindukan' buku ini; TTM. Jika mau jujur, ini adalah buku saya yang pertama diterbitkan.  Bertahun-tahun, saya hampir meyakini bahwa penerbitan buku ini lebih sebagai 'kecelakaan' daripada sebuah 'pencapaian' yang menyenangkan. Cukup lama, saya  ingin mennganggap bahwa buku ini tak pernah benar-benar saya tulis.

Buku ini saya tulis sekitar 10 tahun yang lalu. Waktu itu, sebenarnya saya iseng saja, sekadar ingin belajar membuat novel. Meski saya sudah mulai belajar menulis fiksi sejak beberapa tahun sebelumnya, tapi tulisan saya baru sebatas cerpen. Saya selalu berpikir bahwa menulis novel itu sulit karena perlu rangkaian cerita yang panjang. Dan memang demikian adanya. Meski begitu, saya berusaha mencobanya.

Seperti mungkin impian semua penulis, sebenarnya saya ingin sekali menulis novel yang lebih 'serius' dengan isi yang lebih 'berbobot.' Namun, karena berbagai keterbatasan yang saya miliki, saya pun memutuskan mulai menulis dari hal-hal yang saya kuasai saja. Jadilah saya mulai menulis tulisan yang berbau chicklit/teenlit.

Proses penulisannya sendiri jauh dari serius. Waktu itu saya belum punya komputer pribadi, sehingga penulisannya saya lakukan di rental langganan dekat kos-kosan. Draft-nya, sebelumnya saya tulis di buku biasa. Saya membuat inti bab per bab sementara penjabarannya mengalir saja selama menulis.

Saya tak terlalu ingat berapa lama prosesnya, tapi sepertinya tak sampai satu bulan hingga saya merasa bahwa tulisan saya sudah 'utuh.' Meski begitu, saya masih merasa belum puas. Novel yang saya tulis sangat tipis, hanya sekitar 50 lembar. Bagi saya yang pengalamannya hanya sebatas menulis cerpen yang paling tebal hanya 10 halaman, menulis novel benar-benar hal yang sulit. Saya harus bisa mendetailkan setiap bab dalam cerita. Meski saya sudah membayangkan seperti apa ceritanya, tapi seringkali saya merasa blank ketika harus mengisi detail cerita itu.

Meski begitu, entah ide darimana, waktu itu saya iseng mengirimkannya ke penerbit.  Karena masih belum pede, saya kirim saja ke penerbit lokal yang menerbitkan tulisan sejenis. Harapan saya di awal, sebenarnya agar mereka memberi penilaian pada tulisan saya. Dari pengalaman saya mengirim cerpen ke media, jika ditolak mereka akan memberi saya saran atau masukan kenapa tulisan saya tidak bisa diterbitkan. Dan harapan yang sama ketika saya mengirim novel ini.

Sekitar beberapa waktu kemudian (seingat saya tak sampai satu bulan), penerbit menghubungi saya dan mengatakan bahwa... tulisan saya akan diterbitkan! Tentu saja, saya terkejut. Antara bingung dan senang. Saya memang selalu bermimpi untuk bisa menerbitkan buku suatu ketika. Tapi saat itu? Dengan tulisan seperti itu? Saya agak ragu. Namun, di sisi lain, saya juga merasa itu sebuah kesempatan.

Sang editor kemudian mengajak saya ketemuan. Tidak ada saran perbaikan, mereka hanya minta saya menambahi jumlah halaman. Setidaknya hingga 75 halaman agar bisa diterbitkan. Saya menyanggupi. Meski saya harus berpikir keras mencari ide untuk 25 halaman itu. Setelah tambah sana tambah sini, jadilah 75 halaman itu. Lagi-lagi editor nyaris tak mengutak atik tulisan saya. Usul perubahan hanya pada judul.

Waktu itu, tulisan itu saya beri judul 'Soulmate' tapi ternyata pada waktu yang hampir bersamaan, sudah diterbitkan novel sejenis dengan judul tersebut. Karena saya kesulitan mencari judul baru, saya serahkan ke redaksi. Pun setelah itu, seluruh proses sepenuhnya ada di tangan redaksi. Saya tanda tangan kontrak.  Meski begitu, sebenarnya saya masih berharap mereka akan memberitahu saya dan minta pertimbangan saya lagi sebelum benar-benar diterbitkan. Saran perbaikan dan sebagainya karena saya merasa bahwa tulisan saya belum sepenuhnya selesai.

Sekitar dua bulan kemudian, saya dihubungi lagi. Buku saya sudah terbit dan saya diminta mengambil jatah cetak saya 10 eksemplar. Dan betapa terkejutnya saya ketika melihat buku saya dengan judul yang terasa sangat-sangat cheesy: TTM! Tapi saya juga tak bisa protes apa-apa lagi. Bagaimana lagi? Ibarat nasi sudah menjadi bubur.

Ketika beberapa hari kemudian saya diajak promo di sebuah toko buku, saya terlalu malu sehingga tak memberitahu teman-teman saya. Waktu itu, saya bergabung di organisasi mahasiswa dengan teman-teman yang nyaris selalu membahas buku-buku serius. Dan kenyataan bahwa saya menulis buku yang terkesan sangat cheesy benar-benar membuat saya tak berani berkoar-koar bahwa saya sudah menulis buku. Beberapa teman yang sudah tahu, setengah mempertawakan judul buku saya. Tapi ya sudahlah. Nothing to loose saja. Anggap saja ini semacam dokumentasi tulisan saya. Saya juga tak berharap buku itu akan laku atau semacamnya sehingga saya tak terlalu memikirkan tentang royalti blabla. Saya bukan siapa-siapa dan tulisan itu juga begitulah. Penerbitnya juga penerbit lokal saja, meski saya sendiri cukup heran kenapa mereka mau mengambil risiko menerbitkan buku saya.

Ohya, ketika acara promo itu, diundang tokoh sebagai pembahas, seorang guru SMA yang cukup populer di Jogja. Beliau mengkritik kalau buku saya terlalu 'nggrambyang' terlalu banyak tokoh sehingga ceritanya kurang bulat. Sedikit menolong, adalah penokohannya yang menggunakan orang ketiga. Di bagian lain, beliau mengatakan bahwa buku saya berpotensi menjadi tulisan yang lebih sastra karena beberapa kalimat yang cukup 'indah.' Meski sedikit tersanjung, saya tak terlalu yakin bahwa si Bapak sungguh-sungguh memuji tulisan saya. Bagaimanapun, itu adalah acara promo dan dia tentu tak mungkin mengatakan hal yang benar-benar buruk tentang tulisan saya. 

Karena beberapa kesibukan, saya tak terlalu memikirkannya lagi. Hingga beberapa bulan kemudian, tiba-tiba saya dihubungi penerbit lagi. Mereka memberitahu saya oplah penjualan buku berikut royalti yang saya dapatkan. Dan lagi-lagi saya agak terkejut, karena ternyata baik jumlah penjualan maupun royalti, ternyata sangat lumayan. Saya tidak ingat kenapa, tapi royalti itu tak segera saya ambil. Dan ketika saya membutuhkannya dan berniat mengambilnya, hal tak terduga terjadi. Tahu-tahu penerbit buku itu gulung tikar dan... lenyaplah hak royalti saya!

Lengkap sudah 'hal memalukan' terkait buku saya. Dan saya pun memutuskan untuk tak pernah membicarakannya lagi. Jika ada teman-teman yang menyinggungnya saya buru-buru alihkan. It's so embarassing. Dan begitulah yang saya kenangkan bertahun-tahun kemudian. Pada teman baru, saya tak pernah cerita tentang buku saya ini. Juga tidak pernah saya tulis dalam resume dimanapun.

Beberapa hari lalu, entah kenapa, saya teringat buku itu lagi. Iseng, saya bongkar-bongkar tumpukan buku dan membacanya lagi. Dan... saya cukup takjub dengan diri saya sendiri. Katakanlah saya subyektif dan mungkin sedikit narsis, tapi saya pikir, setelah 10 tahun berlalu, saya pikir saya sudah bisa melihat tulisan itu dengan agak berjarak dan juga pikiran yang sedikit berbeda.

Saya merasa bahwa tulisan saya itu ternyata tak seburuk yang saya pikirkan selama ini. Saya teringat kata-kata si pembahas dan mungkin beliau sungguh-sungguh ketika mengomentari tulisan saya. Terlalu banyak tokoh, terlalu banyak hal yang ingin disampaikan, tapi sebenarnya lumayan solid. Gaya bahasanya agak alay pada beberapa bagian (saya tak habis pikir, kenapa bahkan saya menggunakan sapaan "gue-elo" di sini :P), tapi beberapa dialog terkesan cukup berisi dan tidak lebay. Nuansa remajanya sangat terasa. Karakter-karakternya cukup nyata, meski memang menjadi kurang mendalam karena saking banyaknya yang ingin saya sampaikan...

Haha.. whatever, setelah membaca buku itu lagi, untuk pertamakalinya,  saya merasa cukup bangga pada diri sendiri bahwa saya sudah pernah menulisnya. Dan bahwa buku itu sudah pernah diterbitkan, terlepas dari nasib tragis penerbitnya, adalah nilai tambahnya. Buku itu adalah bagian dari diri saya, bagian dari proses menulis saya dan i am proud of it :)