Wednesday 16 December 2009

obituari

matahari sore menyambut kedatangan kami di kantor lapangan. lapangan tanah di depan rumah kayu panggung itu semarak oleh orang-orang yang sedang bermain bola. di pinggir lapangan, seorang bertubuh kecil mengenakan celana pendek dan kaos tanpa lengan antusias memberi menyemangati. priyo, ia memperkenalkan diri beberapa waktu kemudian. seorang guru rimba, lelaki bertubuh kecil dengan senyum ramah dan hangat. saya kemudian teringat, saya pernah melihatnya dalam sebuah acara di stasiun tv. entah bagaimana, kemudian kami terlibat dalam obrolan hangat. mungkin karena kami sama-sama pernah kulihat di kota gudeg yogya. mungkin karena kami sama-sama orang jawa dan merasa senang karena bertemu dengan orang dengan latar belakang budaya yang sama di perantauan.

tidak sulit menjadi akrab dengannya. keramahannya membuat saya merasa nyaman. padahal, saya orang yang agak sulit akrab dengan orang yang baru saya kenal, terutama orang dengan jenis kelamin berbeda. tapi priyo adalah pengecualian.

ketika kembali ke kantor di jambi, bersama teman-teman yang lain kami sering menghabiskan waktu bersama. di kantor lapangan, karena perempuan adalah minoritas, saya merasa sangat terbantu dengan kehadirannya. tak segan ia ke dapur, memasak ini itu dengan cekatan. bahkan sebagai perempuan, saya kadang merasa malu melihat betapa terampil dan cekatannya dia di dapur. sebagai lelaki, dia juga sangat gentle. bahkan lebih gentle dari teman-teman lelaki lain yang bertubuh lebih besar. dia akan dengan sigap membantu teman perempuannya jika sedang dalam kesulitan.

dalam suatu obrolan, saya menceritakan keinginan untuk travelling ke singapura. mendengar hal itu dia langsung antusias untuk turut serta. karena berbagai pertimbangan, kami sepakat akan mewujudkan rencana itu di awal tahun 2010. rencana ini kemudian bertambah lagi, backpacking ke thailand. hayo! tanggapnya penuh semangat. tapi nanti aku laki-laki sendiri? tak apa. sahutku. terus terang, kadang saya lupa bahwa priyo adalah teman yang berbeda jenis kelamin.

dalam rentang waktu sekitar 8 bulan bersahabat dengannya, tentu banyak hal yang tak benar-benar saya tahu tentang dia. kami tak pernah membicarakan hal-hal pribadi dengannya. saya hanya mengenalnya sebagai sosok lelaki bertubuh kecil dengan wajah manis yang membuat orang yang baru mengenalnya jadi sering salah menyangka bahwa dia perempuan. tapi ketika orang tanpa sengaja memanggilnya "mbak" dia akan menyahut dengan senyum. sepertinya, bukan beban baginya orang menganggap dirinya apa. ia agak paranoid dengan gula karena pernah tes gula dan mendapati kadar gulanya tinggi. dia pernah berdiet nasi dan hanya makan kentang rebus. ketika melihat saya memasak dengan bumbu gula, dia akan langsung bereaksi. tapi biasanya saya cuek saja. dia sangat suka makan sehingga diet nasinya tak bertahan lama. perutnya jadi buncit dan kami suka mentertawakannya tapi dia sepertinya tak ambil peduli dengan itu. dia suka minum susu. susu kesukaannya, susu bubuk dancow rasa coklat. dia akan menuangkan air panas mendidih ke dalam susunya. saya pernah mengingatkan, tak baik mencampur susu dengan air mendidih. tapi agaknya ia juga tak terlalu peduli. yang penting enak rasanya, mungkin itu prinsipnya. ia memang suka makan, dan tak segan berbagi dengan teman-temannya.

ia orang yang sangat teliti dalam hal keuangan. mungkin karena latar belakang pendidikan matematikanya. ia punya gagasan-gagasan cemerlang dalam menjalankan pekerjaannya.

hari-hari menjelang kepergiannya, keadaannya spertinya memang kurang sehat. sejak pulang dari lapangan menjelang akhir bulan lalu. tugasnya sebagai koordinator untuk kegiatan studybanding membuatnya tetap harus bekerja. sehari menjelang kepergiannya, saya diberi kabar bahwa dia terserang demam. tapi keesokan harinya dia sudah muncul di kantor lapangan dengan gaya lincahnya yang khas. saya pikir, oh dia sudah sehat. subuh menjelang berangkat, dia mengirimi sms, meminta saya menemuinya di ruang atas. tapi dia menyarankan saya untuk sholat subuh dulu. penting, katanya. saya agak terkejut dengan isi sms itu. apa dia sakit? tapi kenapa harus menyuruh saya sholat dulu dan menambah kata: penting? apa sakitnya demikian parah?

saya ke atas dan mencarinya, tapi ia terlihat masih tidur jadi saya turun ke kamar mandi lalu ke kamar tidur lagi. beberapa menit kemudian dia mengetuk pintu dan menyerahkan tulisan perincian hal2 yang harus saya lakukan jika dia tiba-tiba tak bisa. 'tolong dibaca dulu. nanti kalau tiba2 aku tak bisa.' ujarnya. saya ambil kertas itu dan kembali tiduran sambil membaca-baca tulisannya. sangat terperinci. saya pikir, dia akan memutuskan untuk pulang saja dan istirahat tapi ketika saya keluar kamar, dia sudah sibuk bersiap mengatur ini itu dan kelihatan sangat sehat. jadi saya kemudian kertas catatannya saya simpan. ketika ia tak berselera makan siang, saya berpikir itu hanya efek demamnya. masa penyembuhan, pikir saya. saya mengatakan padanya, untuk cukup makan dan minum vitamin karena saya juga pernah mengalami demam yang sama dan sembuh setelah 3 hari.

keadaannya naik turun selama di perjalanan. jadi kami menyarankan agar ia banyak istirahat. terutama di malam hari. siang dia tetap beraktivitas kesana-kemari. ia mengungkapkan untuk pulang di hari pertama di pekan baru. tapi kami menyarankan ia berobat ke rumah sakit terdekat untuk kemudian istirahat saja, karena perjalanan ke jambi tentu akan melelahkan. dia menurut dan sepanjang hari itu dia istirahat di hotel. ketika saya pulang sorenya, dia terlihat sudah cukup segar. keesokan harinya, saya pikir lebih baik dia istirahat saja, tapi ketika saya keluar kamar dia sudah rapi bersiap.

di hari menjelang kepulangan, saya terkejut melihat wajahnya yang terlihat benar-benar seperti orang sakit. dan ia terlihat lemah sepanjang perjalanan pulang itu. makannya hanya sedikit sekali. kami istirahat semalam di kantor lapangan dan pulang ke jambi keesokan harinya. meski masih terlihat sakit tapi ia sama sekali tak menunjukkan sedang sakit. kami sempat duduk berhenti mengobrol di rumah makan seperti biasa. setengah perjalanan, saya pindah duduk ke sebelahnya. dia menyuruh saya menaikkan jendela mobil. saya bertanya, dingin ya? dia mengiyakan. menarik jaket saya untuk selimut, lalu kepalanya terkulai di pundak saya. saya membiarkannya saja. sore harinya sesampai di jambi, ia minta diantar ke rumah sakit dan harus rawat inap.

saya mengunjunginya keesokan sorenya. terbaring di atas tempat tidur dan divonis malaria. vivac, katanya. oh. hanya malaria, pikir saya. vivac pula. hampir semua teman di warsi mengalaminya dan baik2 saja. jadi saya pikir dia akan baik2 saja. esok harinya lagi saya mendapat bagian jaga. dia mengeluh sepanjang hari. merasa kecapekan. menjelang sore dia minta saya ajak jalan ke koridor. hanya beberapa langkah ketika kemudian dia kembali ke tempat tidur dan merasa sesak nafas. saya memanggil suster yang kemudian memasang tabung oksigen. malamnya, kris mengajak saya menemaninya menjaganya karena dia kurang tidur. saya setuju saja meski awalnya agak keberatan karena merasa lelah dan butuh istirahat. sepanjang malam itu, ia batuk tanpa henti dan berulangkali memanggil suster minta obat untuk menghentikan batuknya. tapi obat sudah diberikan dan dia tetap batuk. dia mengeluh dan berdoa. saya bisa merasakan ketakberdayaannya. paginya, dokter menceritakan hasil rongsen dan mengatakan ada bakteri di paru2nya. tapi tak apa2. katanya. ia pernah menangani kasus serupa. dan nada suaranya memang menyiratkan semuanya akan baik-baik saja.

tapi keesokan harinya, ia masuk icu. saya ingat seorang teman yang berhari2 di icu dan keadaanya sangat kritis dan semua orang nyaris kehilangan harapan. tapi kemudian keajaiban muncul. perlahan, kesehatannya pulih. saya pikir ia juga akan begitu. pada hari ke-2 keadaannya membaik dan saya pikir akan semakin membaik. ternyata di hari ke-3 keadaanya kembali memburuk dan pada jam 10.15 ia pergi untuk selamanya. rasanya sangat tak nyata tapi juga sangat nyata. saya terus berpikir, seandainya ia mendapat fasilitas pengobatan yang lebih canggih dengan dokter-dokter lebih canggih pula, apa ia akan bisa diselamatkan? apa jika ia tidak kelelahan dan mendapat perawatan lebih cepat apa ia akan tetap hidup? apakah, apakah..seandainya, seandainya...semuanya hanya seandainya karena sudah terlanjur terjadi. apakah itu yang dinamakan takdir? apa kita tak bisa mengendalikan takdir? wallahualam. segalanya sudah terjadi. kematian adalah hal misterius dan sangat nyata. ia pasti datang. entah kapan. kita, manusia hanyalah makhluk fana dan rapuh. priyo, ia orang baik. selama sekitar 7 bulan mengenalnya, tak pernah hal buruk kuketahui darinya. dalam rentang usianya yang pendek, kurasa, hidupnya sudah berarti. ia melakukan apa yang bisa ia lakukan, meski ada hal-hal yang tak sempat ia lakukan. jika memang surga itu ada, seharusnya ia berada di sana.
selamat jalan, yo.