Wednesday 29 December 2010

Psikopat

Saya nonton Chalenging beberapa malam lalu. Filmnya bagus, tapi bukan cerita film itu yang mengusik pikiran saya. Saya terusik oleh sosok Gordon, si pembunuh anak-anak. Ia membunuhi anak-anak, siapapun ia. Pendeknya, Gordon seorang psikopat. Sakit jiwa. Ia membunuh tanpa rasa bersalah sedikitpun. Dan bagaimana kita melihat orang semacam Gordon? Miris. Saya ingat Ryan yang juga membunuh dengan keji dan dia terlihat tenang-tenang saja. Kalau orang sudah kehilangan nurani, akan jadi apa dunia ini? Dan kenapa Tuhan menciptakan orang-orang mengerikan seperti itu?

bola hari ini


piala aff akhirnya berakhir malam tadi. 2-1 untuk indonesia. tapi kalah agregat karena malaysia sudah menang 3-0 di leg 1. kekalahan yang agak menyakitkan, karena kekalahan di bukit jalil terasa konyol. pemain indonesia kehilangan konsentrasi karena emosi. wajah markus dilaser-laser sama penonton iseng. hal yang seharusnya nggak terjadi karena kesannya jadi kekanakan. hasilnya, 3 gol dengan mudah dilesakkan ke gawang indonesia. pertandingan berakhir dengan wajah kalah bagi tim indonesia dan kecewa bagi supporter yang euforianya gila-gilaan. banyak yang menyalahkan laser itu, tapi rasanya bukan itu intinya. saya lebih senang mendengar komentar riedl, si pelatih, timnas kurang konsen karena disibukkan sama wawancara media dan acara jamuan kesana kemari (salah satunya oleh bakrie). petinggi pssi sudah besar kepala sebelum jadi juara. dan saya pikir dia benar. ulah pejabat indonesia kadang memang menggemaskan.

semalam, indonesia menang dan main cukup heroik. tapi kemenangan itu nggak mampu menutupi kekalahan sebelumnya. kecewa? tentu saja. tapi saya rasa ini adalah pelajaran yang baik untuk tim indonesia (terutama petinggi pssi). semoga mereka bisa belajar dan menjadi lebih baik :)

Monday 20 December 2010

untitled


Pada akhirnya, kau hanya bisa mengandalkan dirimu sendiri. Jangan pernah terlalu bergantung pada orang lain.


timnas


Lagi bangga sama timnas Indonesia setelah selalu menang selama Piala AFF. Padahal ini bukan pertama kali timnas lolos ke final, tapi nggak tahu kenapa baru sekarang ini dipuja-puji. Mungkin memang mainnya sudah lebib bagus, sejak awal selalu menang telak (pertama menang 5-1 lawan Malaysia, kedua, 6-0 sama Thailand, di semifinal, agregat 2-0 ma Filipina). Mungkin juga karena media yang terus gencar dengan berita-beritanya. Saya pikir, ini tak lepas dari keberadaan pemain naturalisasi, terutama Irfan Bachdim yang memang sangat menjual untuk konsumsi media. Whatever, saya benar-benar ikut merasa bangga dengan timnas. Semoga beneran jadi juara. Bravo!

Saturday 11 December 2010

untitled


Kau harus menulis jika tak ingin dilupakan - ME

Thursday 9 December 2010

Eros


Hidup yang erotik adalah hidup yang sakral - Marc Gafni

Monday 22 November 2010

Untitled


Sampai pada titik meragukan bahwa cinta itu benar-benar ada

Saturday 13 November 2010

Untitled


Why can't we just dream away?
We're not real, anyway

Float- Stupide Ritme

Sunday 7 November 2010

Matre


Ini tentang uang. Beberapa waktu lalu, saya ingat obrolan dengan Pia, seorang teman yang datang dari Jerman. Kami sedang duduk-duduk di belakang kantor lapangan dan mengobrolkan banyak hal. Lalu entah kenapa saya sampai pada cerita tentang orang-orang Rimba yang kalau difoto minta dibayar. Memang kenapa? tanya Pia menanggapi cerita saya.
Itu nggak bagus, kata saya. Mereka jadi terlalu materialistis. Tambah saya lagi.

Itu wajar kan? ujarnya. Di beberapa tempat juga begitu, mau foto sama monyet atau orang hutan juga kita harus bayar. Apa bedanya? Saya tertohok.

Iya, apa bedanya? Kenapa saya berpikir bahwa monyet nggak papa matre tapi tidak dengan manusia? Karena monyet butuh biaya pemeliharaan? Tapi manusia kan juga butuh uang untuk makan?

Dan saya terus memikirkan hal ini hingga beberapa waktu kemudian dan berusaha mencari pembenaran kenapa nggak bagus kalau Orang Rimba itu dikasih uang ketika hendak difoto. Bukan cuma sekedar alasan etika.



Soal uang ini kembali mengusik saya ketika kemarin, Derek, seorang volunter dari Amerika di kantor saya ngomongin soal kursus bahasa Inggris. Derek, sebagaimana volunter sebelumnya, bertugas membantu translating dan ngajarin bahasa Inggris untuk staf. Lalu beberapa dari kami, yang ingin nyari beasiswa ke luar negeri, minta dia untuk bantu ngajarin TOEFL.

Volunter sebelumnya, Carol, dulu dengan senang hati menyanggupi hal ini. Kapan kami mau, Carol bersedia. Tapi Derek memberi jawaban yang agak mengejutkan ketika kami minta untuk hal ini. Dia memang bersedia, ia siap mengajar di hari Sabtu atau Minggu, hari libur kerja tapi bukan dengan cuma-cuma. Ia minta dibayar. Itung-itungannya, ia harus merelakan waktu liburnya untuk bekerja. Masuk akal sebenarnya. Tapi tetap saja saya merasa terkejut. Dan saya pikir juga teman-teman yang lain.

Ini bukan lagi soal masuk akal atau tidak, tapi persoalan etika, nilai. Ketika dia menyebutkan soal bayaran, saya tak bisa tidak langsung mencap dia matre, money oriented, nggak punya jiwa sosial...dan itu membuat saya memandang sinis dirinya. Bahkan saya kemudian berpikir, kalau sama-sama bayar, mending saya kursus di luar daripada saya harus bayar ke orang matre kayak dia.

Mungkin pikiran saya ini kurang rasional. Mungkin juga terlalu kolot. Saya berpikir, meski saya sudah mengenyam pendidikan formal hingga perguruan tinggi, sebutlah saya ini manusia modern, tapi ternyata alur pikiran saya kadang masih sangat konvensional. Ya bagaimana? Saya dibesarkan dengan nilai-nilai budaya semacam itu.

Saya kemudian sampai pada pemikiran, mungkin nggak ada yang salah dengan menjadi matre, money oriented atau malah disebut porfesional. Tinggal bagaimana kita memandangnya. Bagaimana kita melekatkan nilainya saja.

Surga Kebaikan?




Saya mencoba memaknai kefanaan hidup. Jika surga atau neraka tak ada, bagaimana?
Itu nggak adil, kata Deddy Mizwar suatu ketika di layar tv. Dan saya sering kepikiran hal itu. Saya sendiri meragukan apakah surga atau neraka itu benar-benar ada. Jika memang adapun, saya nggak sepenuhnya percaya seperti apa yang digambarkan dalam doktrin-doktrin agama.

Neraka itu panas membara, surga itu indah, ada sungai-sungai yang mengalir, ruangan bak istana, para bidadari cantik....Saya pernah membaca sebuah tulisan tentang pengalaman terdampar di tengah daratan salju. Katanya sangat menyakitkan sampai-sampai si terdampar menulis, mungkin saja neraka itu dingin membekukan tulang. Karena itu juga sangat menyakitkan.

Lalu surga dengan bidadari-bidadari cantik? Tidakkah itu sangat patriarkis? Juga kenapa acuannya pada sesuatu yang bersifat 'seksual'?

Tapi jika memang surga dan neraka nggak ada, lantas apa? Itu memang terasa nggak adil. Bagaimana dengan orang-orang baik yang selalu hidup susah di dunia? Bagaimana dengan orang-orang berhati busuk yang hidup enak di dunia?

Hari ini aku memikirkan tentang kebahagiaan. Bagaimana kebahagiaan muncul karena kita berbuat kebaikan pada orang. Aku berpikir, mungkin itulah balasan atas kebaikan, jika memang surga itu nggak ada. Tapi apa itu sepadan? Rasa bahagia. Tapi bagaimana dengan orang-orang yang tak mengerti artinya kebaikan? Banyak juga orang-orang jujur yang harus bernasib tragis. Bahkan sampai harus bertaruh nyawa. Kalau bukan surga, balasan apa yang sepadan untuk orang-orang seperti itu? Karma? Entahlah.

Mungkin memang surga dan neraka itu ada. Entah juga tidak. Mungkin yang penting
adalah tulus berbuat kebaikan dan merasa bahagia. Kebahagiaan, mungkin itulah surga.
Wallahu'alam.

Friday 5 November 2010

Merapi


Merapi terus meletus. Entah sampai kapan. Merapi seperti mengamuk. Entah apa yang terjadi di bawah bumi sana. Sebagai Orang Jawa, tak urung aku kadang penasaran dengan mitos-mitos yang berkembang. Bagaimana orang-orang keraton menanggapi hal ini? Mitos-mitos apa yang digunakan untuk menjelaskan fenomena ini? Apapun. Hanya Ia yang tahu apa yang terjadi. Hari ini, jarak aman dimundurkan lagi jadi 20 km. Semoga tak terus bertambah. Amiin. Amiin. Amiin.

Thursday 4 November 2010

Untitled

Kembali ke titik ini lagi, dan lagi. Kosong. Dan Merapi terus meletus. Entah.

Sunday 31 October 2010

Mbah Maridjan

Baru saja baca tulisan Bre Redana di Kompas ('Mbah Maridjan', Eds. Minggu 31 Okt. 2010, hal 23). Di situ ia membuat tulisan kecil tentang Mbah Maridjan, tentang kebersahajaannya dan tentang si Mbah setelah jadi 'selebriti.' Ia mengulas sedikit tentang hari menjelang kematian si Mbah, di mana ia menutup muka ketika disorot kamera dan membandingkannya dengan Putri Diana yang juga sering dibuat stres oleh media/paparazi. Dan dia seolah mempertanyakan, apa si Mbah juga merasa terganggung dengan paparazzi? Dan apakah karena hal itu pula, ia tetap memutuskan untuk tak turun dari Merapi? Karena sebagai orang yang waskito, dia seharusnya paham tanda-tanda alam bahwa Merapi akan benar-benar meletus. Lagi2, Wallahualam. Ah, Mbah Maridjan...

Thursday 28 October 2010

Perjumpaan dengan Mbah Maridjan

Tujuh tahun yang lalu, saya bertemu Mbah Maridjan. Di suatu hari yang dingin sekitar bulan September (atau Oktober?) tahun 2002. Saya masih mahasiswa baru dan sebuah 'keharusan' bagi mahasiswa yang diterima dijurusan saya (Antropologi) untuk ikut dalam sebuah ritual yang dinamakan 'inisiasi.' Acara itu berlangsung selama tiga hari, di lapangan rumput, tepat di bawah rumah Mbah Maridjan.

Saya yang besar di Sumatera, sama sekali tak familiar tentang siapa Mbah Maridjan (Waktu itu, beliau belum jadi bintang iklan). Saya baru tahu kalau beliau itu adalah juru kunce Gunung Merapi (kuncen) ya waktu inisiasi itu. Salah satu kegiatan inisiasi itu adalah latihan melakukan penelitian yang dilakukan secara berkelompok. Entah bagaimana prosesnya, saya lupa, kami memilih untuk mewancarai Mbah Maridjan. (Saya juga lupa apa judul penelitian kami waktu itu). Maka saya dan teman-teman sekelompok (Devi, Emprit, Eka dan Kozing) mulai mencari Mbah Maridjan.

Kami bertemu si Mbah sedang berada di halaman rumahnya, kalau tak salah sedang mencari kayu bakar. Wajahnya adalah tipikal wajah lelaki tua di tanah kelahiranku. Tua dan bersahaja. Dan saya pun langsung merasa akrab.

Ketika kami menjelaskan keinginan kami, beliau dengan senang hati kemudian membawa ke rumahnya. Sebuah rumah kayu yang sederhana dengan foto-foto beliau mengenakan pakaian abdi dalem, juga foto beliau dengan orang-orang keraton.

Mbah Maridjan menjawab setiap pertanyaan kami dengan hangat dan ramah. Tapi beliau terus-terusan menggunakan Bahasa Jawa halus yang karena jarang saya dengar, sulit saya pahami. Saya tak paham apa yang beliau katakan waktu itu. Tapi sedikit-sedikit saya menangkap ia menceritakan tentang pengabdiannya sebagai abdi dalem. Tentang penghormatannya pada Sultan dan juga penghormatannya pada kami, para mahasiswa, para priyayi. Di tengah obrolan, sesekali ia terkekeh. Dan beliau terlihat sama sekali tak merasa terganggu pada kedatangan kami, yang sebenarnya tak penting-penting amat. (Kalo dipikir-pikir, siapalah kami waktu itu. Cuma mahasiswa baru dan penelitian yang kami lakukan pun cuma ecek-ecek, sebagai salah satu bagian 'ngerjain' dari para senior).

Hanya itu ingatan saya tentang Mbah Maridjan dan saya tak pernah bertemu lagi dengan beliau. Namanya sesekali masih kami sebut dalam obrolan. Apalagi ketika kemudian ketika tahun 2006, ketika Gunung Merapi dikabarkan hendak meletus, beliau keukeuh tak mau beranjak meski Sultan HB X menyuruh warga mengungsi. Ada kabar, kalau beliau tak patuh sama Sultan yang sekarang, karena yang memberi titah padanya dulu adalah Sultan HB IX. Konon, Sultan HB X itu bukan lagi Sultan. Kesultanan Jogja sesungguhnya telah berakhir ketika Sultan HB IX wafat. Jadi, Sultan HB X sudah tak punya pamor sultan lagi. Entahlah. Saya juga tak terlalu paham. Tapi kemudian beliau memang tetap bertahan di Merapi dan kabar bahwa Merapi akan meletus, ternyata memang tak terjadi. Dan saya pun (mungkin juga banyak orang) jadi percaya bahwa Mbah Maridjan itu memang linuweh. Dan agaknya karena hal itu juga, kemudian beliau jadi terkenal di pemberitaan media dan ujung-ujungnya jadi bintang iklan 'rosa-rosa!' (untuk orang yang demikian rendah hati seperti Mbah Maridjan, saya terus bertanya-tanya kenapa beliau mau jadi bintang iklan. tapi mungkin itu manusiawi sih).

Lalu beberapa waktu lalu, tersiar kabar Merapi menggelegak lagi. Saya nggak terlalu kaget. Karena memang rasa-rasanya setelah peristiwa gempa Jogja, Merapi tak pernah tenang. Saya pikir, seandainya benar-benar meletus, segala antisipasi sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Meski begitu, saya berharap, Merapi tak benar-benar meletus. Apalagi, di media, tak ada kabar apa-apa dari Mbah Maridjan. Mungkin karena saya dialiri darah leluhur yang begitu percaya pada mitos, saya akui atau tidak, saya percaya tentang hal-hal semacam itu.

Dan Merapi benar-benar meletus ternyata. Saya menanti kabar tentang Mbah Maridjan. Su
ngguh menyedihkan karena kabar yang saya dengar kemudian adalah beliau meninggal terkena lahar panas di rumahnya dalam posisi sujud bersaama 11 orang lainnya. Kabarnya, beliau mau dievakuasi, tapi setelah shalat Maghrib. Kabarnya, beberapa orang yang meninggal bersamanya, karena ingin menjemput dia. Ada banyak yang bilang, itu kematian yang konyol. Banyak yang menyesalkan, seandainya Mbah Maridjan mau turun, ke-11 orang itu tak akan mati dan mungkin beliau juga tak akan mati. Sejujurnya, saya juga berpikir demikian.

Tapi saya merasa tidak puas dengan pikiran itu. Apa memang demikian? Apa sebenarnya yang terjadi di rumahnya waktu itu? Sebagai juru kunci Merapi, benarkah ia tak tahu kalau Merapi benar-benar akan meletus? Apakah kemampuannya hanya sekadar mitos dan bahwa perhitungan teknologi ilmiah dan modern-lah yang memang benar? Mungkin beliau hanya 'manusia biasa' yang kadang salah membaca tanda. Atau memang beliau tahu dan memang ingin memegang prinsipnya untuk tetap 'lungguh'? Tapi bagaimana dengan 11 orang lainnya yang bertahan demi dia? Atau...entahlah. Tak ada yang tahu apa sebenarnya yang terjadi sebelum kejadian naas itu. Mungkin saja beliau menyuruh turun orang-orang itu, mungkin juga dia dihinggapi takut dan ragu...Wallahualam. Manusia memang begitu kecil, Tuhan. Dan apapun sebenarnya yang terjadi, selamat jalan, Mbah. Semoga damai Engkau di sisi-Nya.

"Nek wis saguh yo kudu lungguh, sing kukuh ora mingkuh.' (Mbah Maridjan)

Untitled


Lagi, bencana datang. Gempa 7,2 SR di Pagaiutara & selatan Mentawai. Disusul tsunami. Ratusan orang meninggal, ratusan orang masih hilang. Di seberang lautan, gunung Merapi memuntahkan laharnya. Puluhan orang meninggal, termasuk Mbah Marijan. Allahu Akbar. Maha Besar Engkau, ya Allah. Dan kami demikian kecil dan tak berdaya apa-apa.

Sunday 24 October 2010

Kosong


Perasaan itu akhirnya menguap, pergi. Seperti embun yang terbakar matahari. Ada lega, tapi juga kehilangan. Entah kapan kutemukan sebelah sayapku, jika memang benar ada.

Saturday 9 October 2010

Untitled

Stuck here. Antara keinginan untuk bertahan dan tidak bertahan. Antara merasa ingin berguna dan takut tak berguna. Antara berpikir untuk belajar menyukai dan berpikir telah menyia-nyiakan waktu. Dan tahun sudah akan berakhir lagi...

Monday 13 September 2010

Loveholic


Ini juga salah satu band indie Korea yang music-nya ear catching. Personelnya terdiri dari Kang Hyung-min (Lead Guitar), Lee Jae-hak (bass), Ji-sun (vocal). Berdiri tahun 2002. Tahun 2007 Ji-sun mundur dari grup dan vokalis band ini pun ganti-ganti.

Tearliner

Sekilas mirip-mirip The Melody, terutama untuk lagu Go Go Chan! yang jadi soundtrack Coffee Prince. tapi nuansa beda kedengaran di lagu Ba da yuh haeng dan lagu-lagu lain ternyata lebih berwarna dan lebih nge-rock. Sayang, cuma sedikit profil mengenai mereka yang bisa di dapat di internet. Agaknya, popularisasi band-band Korea di internet nggak segencar drama-drama-nya. Mungkin juga karena ini band indie. Dari situs kpopwiki.com cuma ditulis info kalo band ini beranggotakan dua orang: Park Sung Hoon, Kim Sung Min. That's all. Really wanna know more about them :(

The Melody




Denger lagu mereka dari ost-nya Coffee Prince dan rasanya langsung mengena. terutama Good Bye. Musiknya agak mellow tapi juga ada nuansa ceria ditambah vokal Taru yang 'crunchy' (mengabaikan aksen bahasa inggrisnya yang sangat Korea :) ) The Melody termasuk band indie Korea, anggotanya: Go Woong (Keyboard, penulis lirik & lagu), Gwang-young (Guitar), Ta-ru (vocalist). Band ini berdiri tahun 2003 tapi baru populer tahun 2006 dan ngehits setelah lagunya jadi soundtrack Coffee Prince, kayak Good Bye, Lalala Love, Song, Polly. Saya juga denger lagu mereka di soundtracknya Lovephopbia, Whatever. Sayang, band ini kabarnya dah bubar sekarang dan si vokalis, Ta-ru, bersolo karier. Anggota lain juga




Taru:


Name: Kim Min Young


Born: Seoul, July 10 1982


Height/Weight: 163/42




Sayang, nggak udah ngolakalik web nggak nemu profil anggota yang lain.

Thursday 9 September 2010

Happy Ied Mubarak


Lagi, lebaran. Idul Fitri. Lagi, berkumpul dengan keluarga. Ada gema takbir. Bagaimanapun, meninggalkan sendu. Entah karena memang kumandang azan memang begitu menyentuh, entah karena rasa nostalgis. Sudah lama tak lagi merasakan suka cita menyambut Hari Raya. Masa kanak-kanak yang polos; dengan baju baru, kue-kue dan salam tempel. Berbual dengan Abang sebanyak apa rumah yang ditempuh hari ini dan seberapa banyak tempelan yang didapat. Ada aroma kue Ibu, aroma cat di dinding. Semarak. Kini, Lebaran hanya menjadi perayaan entah apa. Hanya sebuah kewajiban untuk berkumpul dengan keluarga dan keinginan untuk berbagi sedikit rejeki. Idul Fitri, Lebaran...sungguh, kini aku bingung memaknainya. Semoga, seiring waktu, aku bisa menemukannya.

Tuesday 7 September 2010

Hana Kimi







Finally, selesai juga nonton HanaKimi meski sampai mata bintitan mantengin dunlut-an berjam-jam. Sulit sekali cari dvd-nya, jadi karena penasaran niat nonton pakai streaming yang aksesnya lambat minta ampun. Fuuuh, benar-benar melelahkan. Not the best drama, tapi nggak nyesel juga harus 'jungkir balik' nontonnya. At least, bisa puas liatin Sano Izumi yang cool. Dan meski aku nggak terlalu suka drama yang terlalu komikal, tapi kekomikalan HanaKimi sama sekali nggak annoying dan bisa bikin perut sakit nahan ketawa. Meski adegan endingg-nya terasa kurang greget (esp. adegan kissing :P) tapi mungkin justru wajar karena it's about high school students yg masih canggung begituan. Apalagi untuk sosok sedingin Sano. Btw, entah kenapa kurang simpatik sama Ashiya Mizuki. Eun Chan di Coffee Prince is better. Whatever, love more Oguri Shun :P

Munir, In Memoriam


7 September 2004, Munir meninggal di atas pesawat dalam penerbangan menuju ke Belanda. Dari hasil visum, diketahui kalau ia diracun. Jahat. Jahat sekali pelakunya. Rasanya tak percaya ada manusia yang bisa melakukan kejahatan menjijikkan semacam itu. Hingga kini, kasusnya masih berkabut. Meski beberapa orang terindikasi tapi proses hukumnya entah. Aku tak tahu menahu soal politik. Sejujurnya, aku juga tak kenal baik dengan Munir. Aku baru mendengar namanya setelah ia meninggal. Tapi yang kuketahui kemudian, ia adalah aktivis HAM. Orang-orang seperti dia, pasti memiliki banyak musuh. Dan sepertinya, orang-orang yang dendam sama dia adalah orang-orang berkuasa yang sulit untuk disentuh hukum. Sssh, kadang dunia terlihat buntu sekali kalau sampai pada titik seperti itu. Ada orang-orang yang seakan punya kuasa mutlak. Haish, entahlah. Semoga pepatah 'memetik buah dari yang ditanam' itu memang benar-benar berlaku dalam kehidupan nyata. Semoga.

Saturday 4 September 2010

home


when you feel that your home is not your home, then where will you go HOME?

kupikir, setiap orang butuh tempat untuk 'pulang'

Sunday 29 August 2010

27


meski menjadi tua kadang-kadang terasa menakutkan, tapi tak pernah menjadi tua kurasa jauh lebih menakutkan.

Tuesday 3 August 2010

Kenangan


Merindukan pagi, ketika hanya ada kita; di atas lantai dua, menatap terang langit, barisan atap dan cerobong asap tua. lalu segelas teh pahit, beberapa potong kue bu jajan, dan kita mengobrolkan hal-hal yang bukan apa-apa.

Sunday 1 August 2010


akhirnya, kembali pada titik ini lagi: kosong

Friday 30 July 2010

Tentang Rasa


Sekeras apapun aku berusaha membunuhnya, perasaan itu tak jua mati.

Tuesday 13 July 2010

Piala Dunia, Finally


satu lagi, perhelatan besar dunia bernama piala dunia berakhir. spanyol jadi juara setelah mengalahkan belanda, 1-0. menunggu 4 tahun lagi untuk perhelatan yang sama. tapi pergulatan dalam hidup tak pernah mengenal jeda. fighting!

Wednesday 7 July 2010

hujan bulan juli

saya selalu menyukai bulan juli, karena bulan juli biasanya selalu banyak matahari. tapi bulan juli kali ini, langit nyaris selalu mendung dan hampir selalu turun hujan setiap hari.

Thursday 1 July 2010

untitled

poorness will easily change people--geni zeba

Tuesday 23 March 2010

Untitled

Aku ingin terus menulis dan menulis, dengan menulis, mungkin aku bisa berdamai dengan kefanaan.

Wednesday 6 January 2010

2010

taon baru. awal untuk melakukan segala sesuatu dengan lebih lebih baik. harus!