Tuesday 13 October 2009

after 7 years...

Mei. 10. 2009

hari masih pagi. langit tak terlalu cerah. pelabuhan tak terlalu ramai. ini bukan musim orang bepergian. jadi bis yang kutumpangi tak perlu terlalu lama antre masuk feri. penyeberangan merak-bakauheni. untuk ke sekian kali. 7 tahun lalu, juga menyeberangi selat ini dari arah yang berbeda. bakauheni-merak. menjelang sore dan matahari berwarna kekuningan. penuh semangat menuju geladak meski penat oleh perjalanan yang terasa lambat dan membosankan. ada teman seperjalanan yang cukup menyenangkan. febi. sama-sama mengukir harap di seberang lautan, kota gudeg.

kami duduk di geladak, menikmati dua mangkok popmie dan sekaleng fanta stroberi. sementara orang riuh berlalu lalang, febi bercerita tentang kepulangannya beberapa waktu lalu. di atas kapal penyeberangan yang sama, ia merobek-robek surat cinta dari mantan pacarnya. membuangnya ke laut dan meneteskan air mata. aku membayangkan, betapa dramatisnya adegan itu. ia juga bercerita tentang mimpinya. meski ia merasa tak sepenuhnya mampu, ia harus mengambil tes masuk kedokteran karena orangtua dan kakaknya menginginkan itu. jika pun tidak lulus, ia tetap harus kuliah di bidang kesehatan, jadi perawat misalnya. karena orangtua dan kakaknya ingin ia begitu. aku membisu. aku memutuskan untuk ikut tes masuk perguruan tinggi tanpa sepengetahuan orangtuaku.

lalu kami berkenalan dengan dua bule kumal. yang satu, thorwald namanya. pemuda 21 tahun asal jerman, sedang mengisi liburan dengan backpacking ke Indonesia. ia usai dari kerinci tapi gagal mendaki karena sungai penuh meluap dan berniat melanjutkan perjalanan ke jogja. ia baru selesai wamil dan akan masuk universitas usai liburan. jurusan yang diambilnya: guru. aku tertawa mendengarnya. di mataku, cita-cita menjadi guru terlihat sangat konvensional juga mulia. tapi di mata seorang bule, ternyata berbeda. thorwald ingin jadi guru karena itu profesi yang akan menghasilkan banyak uang dan mudah mendapat pekerjaan. ooh..

di atas kapal penyeberangan itu, kami disatukan oleh mimpi-mimpi yang sama.

tujuh tahun telah berlalu. takdir membawaku kembali menyeberangi selat ini. tak banyak yang berbeda. aroma anyir karat yang sama, lengket udara beraroma laut dan keceriaan anak-anak berebut lemparan rupiah. tapi perjalanan kali ini aku merasa sepenuhnya sendiri. tak ada febi, tak ada thorwald. aku duduk sendirian di atas geladak, menatapi gejolak air laut berwarna kehijauan dengan genangan cemaran minyak yang mengambang di atasnya. di kejauhan ada kelabu gedung-gedung pencakar langit, kapal-kapal nelayan dan pulau-pulau kecil yang terserak di sepanjang selat. perjalanan ini terasa lama. sesekali bertegur sapa dengan beberapa orang. di geladak belakang, seorang tukang jamu tanpa lelah riuh mengocehkan khasiat kayu dari pedalaman sunda.

7 tahun begitu cepat. di atas feri, menyeberangi selat ini 7 tahun yang lalu, aku menyeberang bersama impianku. kini, 7 tahun kemudian, kembali kuseberangi selat yang sama dengan impian yang berbeda.

No comments:

Post a Comment