Saturday 10 October 2009

strassbourg, suatu hari


ngebet pengin ke perancis. sedikit iri sama beberapa teman yang sudah ke sana. akhirnya memutuskan untuk pergi. bareng anke dan moritz. devi, m'sita dan aku. minggu pagi. naik mobil merah kap terbuka, diiringi lagu california. langit biru cerah musim panas di atas kami. hamparan hijau ladang gandum. menyeberangi perbatasan yang hanya dipisahkan sebentang sungai dan jembatan. welcome to perancis. perancis? aneh rasanya sudah menginjakkan kaki di negara yang berbeda yang secara topografi nyaris tak berbeda.


di dekat perbatasan, anke ngajak mampir ke supermarket. daging di sini lebih murah. katanya. anggur juga. mari belanja dulu. kami hanya melihat-lihat.


perjalanan diteruskan. jalan lurus, halus mulus nan lengang. hijau di kanan kiri jalan. kastil-kastil coklat di bukit-bukit kejauhan. dan, strassbourg. markas uni eropa. kotanya terlihat tua dan suram dengan trem dan bus berwarna suram. freiburg jauh lebih hidup, ujar kami.


kita akan mengunjungi gedung uni eropa. kata anke. kami berputar-putar di tengah kota. tak juga menemukan si gedung. tanya sana-tanya sini. tetap berputar-putar. lelah, akhirnya anke berujar, kita ke katedral dulu saja. kami berputar mencari tempat parkir. sebuah ruang bawah tanah di tengah-tengah lapangan kota. pengap, panas dan membuat pusing. mungkin ada 3 tingkat dan setiap ruang nyaris sama dengan entah berapa mobil di dalamnya.


kami keluar lewat pintu kecil, dan muncul tepat di sehampat lapangan tempat orang-orang muda duduk-duduk dan mengobrol. aku membayangkan suasana malam yang hangat di sana. sebentar kami mampir di semacam galeri seni yang memajang karya-karya kontemporer anak-anak. sebelum akhirnya sampai ke katedral yang menjulang. megah dan antik. sedang tak ada misa. ruangan yang megah terlihat lengang. patung-patung, ornamen-ornamen, kursi-kursi kayu yang hitam mengkilat. berapa umur bangku-bangku itu? ratusan tahun? berapa generasi manusia telah mendudukinya? sebagian mereka telah mati. dan bangku-bangku itu masih tegak berdiri. abadi.


aku sedikit terkejut membaca tulisan: katedral notre-dame. teringat victor hugo yang menulis si bungkuk dari notre-dame. aku membayangkan si tokoh yang menulis dari atas menara gereja. aku membayangkan hidup pada masa karya itu ditulis.


foto-foto, kami belanja souvenir di depan katedral. piring-piring pajangan, kartu pos...tak ada yang terlalu istimewa. perut lapar dan kami kelayapan mencari tempat makan. kafe-kafe memajang harga menu di pintu depan. tak ada yang kurang dari 7 euro. bukan harga yang murah. kami berjalan di sepanjang pinggir sungai dengan kanal-kanalnya. rumah-rumah kayu penuh bunga warna merah yang bermekaran. strassbourg, terasa santai dan bersahaja. tapi kenapa makanannya kurang bersahaja?


anke mulai ngedumel karena kelaparan. moritz mengeluarkan bekal. 5 potong sandwich yang ia buat sendiri. kami merasa terharu. kami sama sekali tak memikirkan hal seperti itu. tapi sepotong sandwich kurang cukup mengganjal perut kami. lapar masih menggerogoti.


kami memutuskan kembali ke tempat parkir. tapi moritz disorientasi. kami lebih-lebih lagi. anke marah-marah karena panik. itu mobil ayahnya. kalau hilang adalah bencana. moritz mencari dalam diam. kami menunggu dengan deg-degan. sekitar setengah jam, baru ketemu. kita pulang saja ya. ujar anke. kami serempak mengangguk. ya. lain kali saja melihat kantor uni eropa. ya. dan kami pun pulang. badan terasa letih. tapi setidaknya kami telah menginjakkan kaki di perancis. hal yang bisa jadi bahan cerita:)


kembali ke freiburg. sore yang cerah dan terasa indah. sungguh, musim panas terasa sorga. kembali ke flat, mendapati marie dan jochen. kami ke strassbourg. ke katedral notre-dame, tempat victor hugo. marie tertawa. bukan itu katedralnya. notre-dame victor hugo ada di paris. oogh...sedikit malu. tapi strassbourg kota yang menyenangkan, bukan? rileks. hmm. aku jauh lebih suka freiburg, ujarku. freiburg terasa lebih hidup dan berwarna. giliran marie yang mengerutkan kening. oogh..'

No comments:

Post a Comment